Opini

Pahlawan Pendidikan yang Terabaikan

4 Mins read

Sejuk.ID Guru sebagai pahlawan pendidikan tak kenal lelah mengabdikan diri untuk mendidik anak negeri. Meskipun tuntutan kerja tidak sebanding dengan upah yang didapatkan, namun tanggung jawab mendidik dan mengajar harus tetap dilaksanakan. Semua pihak sudah semestinya ikut memperjuangkan kesejahteraan guru, atas tugas mulia yang telah dilakukan, karena jasanya lah bangsa ini tidak pernah kehabisan generasi unggul di setiap lintas peradaban manusia.

Pendidikan merupakan hak yang semua orang bisa mendapatkannya. Pendidikan merupakan instrumen penting untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui pendidikanlah para penerus bangsa diharapkan dapat meningkatkan kualitas dirinya agar mampu menghadapi segala tantangan dan persaingan pada masa yang akan datang. (Mulyana dan Waluyo, 2016)

Menurut UU RI No. 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan secara nasional memiliki fungsi untuk membentuk watak dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi berkualitas.

Pengembangan aktivitas dalam bidang pendidikan tentu perlu peran dari tenaga pendidik. Dalam hal ini yang dimaksud ialah guru, seorang yang sering berinteraksi secara langsung dengan siswa di sekolah, untuk itu guru memiliki peranan penting di lingkungan sekolah. (Wahyuni dan Setiyani, 2017)

Guru memiliki tugas utama yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi para peserta didik sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, isu-isu kesejahteraan guru kerap menjadi perbincangan, pasalnya tuntutan tugas sebagai pengajar tidak sebanding dengan upah yang didapatkan.

Menurut Satriawan, di era saat ini seorang guru menerima gaji pada kisaran 200 – 300 ribu rupiah setiap bulannnya (Tempo, 29/08/2022). Data tersebut menunjukkan bahwa guru secara upah masih jauh di bawah rata-rata UMR, padahal beban mengajar kurikulum yang ada sangat menguras waktu, dan atas jerih payahnya seorang guru semestinya berhak mendapatkan gaji yang lebih layak untuk menjamin kesejahteraanya.

Kesejahteraan tenaga pendidik merupakan kunci berhasil atau tidaknya sebuah lembaga pendidikan berjalan. Melalui upah kerja yang layak, totalitas dalam mengajar dan mendidik merupakan sebuah keniscayaan. Namun sebaliknya, kesejahteraan hidup seorang guru yang jauh dari kata layak, terkadang mengharuskan untuk mencari penghasilan tambahan, sehingga berdampak pada kurang maksimalnya dalam menjalankan kewajiban. Tak jarang juga banyak yang memilih banting setir mencari pekerjaan lainnya yang lebih menjamin penghasilannya.

Sekolah sebagai lembaga non profit, penting untuk memperhatikan dan memprioritaskan kesejahteraan pegawainya sebagai bentuk penghargaan atas jerih payahnya. Menurut Griffin dan Mooerhad mengatakan bahwa sistem penghargaan terdiri dari seluruh komponen organisasi, orang, aturan, prosedur dan kegiatan pengambilan keputusan yang terlibat dalam pemberian kompensasi dan tunjangan kepada karyawan sebagai bentuk imbalan atas dedikasinya. (Griffin dan Mooerhad, 2016)

Lembaga pendidikan merupakan elemen krusial dalam upaya pembangunan jangka bangsa ini melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia. Menurut penulis sendiri, kesejahteraan guru merupakan pokok paling fundamental dalam memaksimalkan peran lembaga pendidikan. Barangkali silih bergantinya sistem pendidikan yang belum memberi perubahan maksimal, juga karena kesejahteraan tenaga pendidik yang tak kunjung mendapat perhatian khusus pemerintah.

Bila berkaca pada lembaga pendidikan luar negeri yang lebih maju dari pada Indonesia, tentu jaminan kepada tenaga pengajar sangat diperhatikan oleh negara. Misalnya di negeri Paman Sam, guru rata-rata mendapatkan gaji sebesar 885 juta rupiah pertahun. Sesama negara Asia, guru di negara Jepang mendapatkan gaji rata-rata 705 juta pertahun. Negara Luxemburg menduduki ranking tertinggi dengan rata-rata gaji guru disana sebesar 1,4 miliar rupiah pertahun. (CNN, 06/10/2021)

Tidak heran apabila kemudian pendidikan di luar negeri bertingkat-tingkat lebih baik dibandingkan Indonesia. Pemerintah dalam proyek pembangunan bangsa, seharusnya juga tidak hanya berfokus pada pembangunan infrastruktur. Tetapi juga penting memperhatikan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan. Barangkali, alokasi APBN untuk pendidikan porsinya perlu penambahan untuk mensejahterakan para guru-guru di penjuru Tanah Air yang ikut andil dalam pembangunan bangsa ini.

Infrastruktur sangatlah penting, bukan berarti mengesampingkan sesuatu yang pokok yaitu sumber daya manusianya. Sebab, peninggalan-peninggalan infrastruktur tidak akan berguna bahkan akan terbengkalai apabila bangsa tidak cukup memiliki generasi penerus yang berkompeten untuk mengelolanya. Bila saat ini pembangunan infrastrukur belum banyak melibatkan anak bangsa, melalui peningkatan kualitas pendidikan itulah ada suplai optimisme bangsa ini agar kelak dapat berdikari mengelola fasilitas negaranya sendiri.

Belajar pada peristiwa pasca pengeboman kota Herosima dan Nagasaki di Jepang pada perang Dunia ke-II. Luluh lantaknya negeri Sakura, guru menjadi prioritas utama yang dicari untuk bisa kembali membangun ulang bangsanya sendiri dengan melibatkan warga negaranya. Dalam perjalanan sejarahnya, bisa dilihat betapa Jepang menjelma menjadi negara yang saat ini bahkan didaulat sebagai salah satu di antara banyak negara maju yang menguasai kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Barangkali di Indonesia sendiri yang menyebabkan ketidakmampuan dalam persaingan global, ialah ketidakcakapan generasi bangsa dalam ilmu pengetahuan. Kembali lagi kepada akar permasalahannya, yaitu lembaga pendidikan yang ada saat ini masih jauh dari kata layak untuk bisa mencetak generasi unggul yang memiliki daya saing global. Sampai kapan bangsa Indonesia yang besar ini akan terus ketergantungan pada negara lain, bila saat ini dapur pendidikan di Indonesia belum banyak menorehkan catatan prestius dalam kancah persaingan dunia.
Keabaian pemerintah terhadap lembaga pendidikan.

Barangkali beberapa tahun ke depan dapat membawa Indonesia jatuh pada lubang yang sama di era penjajahan. Bukan terjajah secara militer di wilayah territorial, tetapi akan terjajah secara politik, ekonomi, dan budaya. Pada nantinya akan terlihat, segala hal yang ada bukanlah produk dalam negeri, yakni semuanya produk luar yang masif meringsak masuk dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Bila sampai saat ini, pemerintah belum memprioritaskan pembangunan kualitas sumber daya manusia, bisa saja negara tetangga akan siap siaga mengintai menunggu momentum untuk masuk menjajankan produk negaranya. Atau barangkali saat ini bisa dilihat, banyaknya produk-produk asing, menunjukkan ketidakmampuan bangsa ini berdaulat secara ekonomi, politik dan sosial budaya. Sangat miris, tapi memang itu faktanya.

Kembali lagi ke pokok pembahasan, guru memiliki peran yang sangat krusial dalam diskursus pembangunan bangsa menghadapi persaingan global. Kesejahteraannya perlu diperhatikan agar dapat maksimal menjalankan tugasnya menyiapkan generasi bangsa ini. Ego dan ambisius buta pemerintah dalam pembangunan infrastrukur yang tidak jelas ke depan siapa yang akan mengelola, layaknya perlu diperhitungkan dan dikaji terlebih dahulu.

Beberapa tahun ke depan dengan beberapa masalah yang ada, mari dipersiapkan dan dimaksimalkan untuk meningkatkan sumber daya manusianya melalui pendidikan, agar ke depan tidak ada lagi ketergantungan pada negara lain, malah justru sebaliknya, berharap agar bangsa lain yang akan ketergantungan kepada bangsa Indonesia, bukan bergantung pada penyedia bahan mentah, namun bergantung pada kecerdasan otak manusia yang terwujud dalam majunya mengembangkan ilmu pengetahuan.

Penulis meyakini bahwa, masih banyak anak bangsa yang berkenan mengorbankan tenaga waktunya untuk membangun negara. Asalkan pemerintah pun juga serius dalam memperhatinkan kesejahteraannya. Masa kelam penjajahan bangsa tidak perlu terulangi, saat ini penting untuk menatap masa depan mempersiapkan diri untuk bersaing dalam kancah global, membawa nama besar bangsa Indonesia yang siap menorehkan sejarah baru dalam kontestasi persaingan Internasional. Bukan sebagai kacung, tetapi sebagai negara yang memiliki wibawa di mata dunia.

Penulis : Isa Al Masih Putra Muhammadiyah (Kader PK IMM Tamaddun FAI Universitas Muhammadiyah Malang)

780 posts

About author
Pemuda yang senang belajar dan berbagi dengan sesama.
Articles
    Related posts
    OpiniPolitik

    Waspada “Kelompok Agamis” : Menggembosi Aksi Mengawal Demokrasi

    4 Mins read
    Opini

    Literasi di Era Scrolling: Menemukan Makna di Tengah Informasi

    4 Mins read
    OpiniPolitik

    Senja Demokrasi Dinasti Jokowi

    5 Mins read

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *