Sejuk.ID – Begitu banyak kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di negara kita dan banyak kasus korupsi merupakan problema problema yang sering terjadi, khususnya di negara kita tercinta Indonesia. Hal itu dikarenakan kurangnya kesadaran penuh akan kewajiban terhadap bangsa dan negara, untuk itu dibutuhkan penanaman nilai nilai Pancasila untuk generasi muda generasi penerus sebagai pegangan untuk menghindari problema problema bangsa yang telah ada dan sering terjadi di negara kita ini, salah satunya adalah Pendidikan kewarganegaraan atau civic education bagi generasi muda Indonesia.
Nah maka dari itu, apa itu civic education? Pendidikan kewarganegaraan merupakan sebuah edukasi yang diajarkan kepada anak-anak bangsa di bangku pendidikan supaya menjadi warga negara yang sadar dengan tanggung jawab dengan hak dan kewajibannya serta memiliki kepribadian yang sesuai dengan nilai Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, atau PKN, diarahkan untuk menanamkan rasa nasionalisme dan nilai-nilai moral bangsa bagi pelajar sejak dini.
Dengan adanya Pendidikan Kewarganegaraan, generasi muda diharapkan mampu memiliki rasa kesadaran akan pentingnya demokrasi dan hak asasi manusia dengan demikian generasi muda saat ini mampu menghadapi konflik atau masalah-masalah yang terjadi di Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan kecerdasan dan penuh kedamaian Pendidikan Kewarganegaraan juga diharapkan mampu mencetak generasi muda yang bertanggung jawab dan rasa tanggung jawab inilah yang membuat generasi muda menyeleksi atau memiliki rasa selektif terhadap nilai-nilai kebudayaan atau nilai moral Indonesia dan tentunya akan membuat kita semakin cinta tanah air dan selalu menghargai budaya yang ada di Indonesia.
Pendidikan kewarganegaraan mulai muncul sejak masa ke-presidenan Ir.Soekarno yaitu sejak tahun 1901 hingga tahun 1970. Menurut Ko Swaw Sik, kewarganegaraan adalah ikatan hukum di antara negara negara beserta warga negaranya yang menjadi suatu kontrak politik (hukum, tata negara, dan kedaulatan) yang diakui oleh seluruh masyarakat dunia.
Civic education dalam pengertian ini merupakan bagian dalam konsep kewargaan (Cityship). Urgensi penanaman moral dan Civic education. Pada dasarnya, tujuan dari suatu Pendidikan kewarganegaraan diantaranya adalah penanaman rasa persamaan, menumbuhkan sikap toleransi, memiliki tanggung jawab dengan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Lantas bagaimana jika para generasi muda tidak diberikan Pendidikan Kewarganegaraan ini, yang sangat jelas dan pasti adalah merosotnya moral bangsa. Moral adalah suatu tata cara atau tingkah laku baik dan buruk seseorang berdasarkan pandangan hidup dan agamanya. Moral itu sangat penting bagi setiap orang maupun setiap bangsa.
Mengapa penting? karena apabila moral bangsa hancur, maka akan hancurlah bangsa. Bangsa yang tidak memperhatikan moral maka akan hilang kententraman di dalamnya. Namun dewasa ini, kebanyakan orang cenderung mengabaikan perilaku yang mencerminkan sikap bermoral. Karena moral tercermin pada perbuatan perbuatan masyarakat itu sendiri khususnya para remaja sebagai generasi penerus suatu negara. Dengan merosotnnya moral bangsa tersebut tentunya perlu adanya perbaikan dan juga koreksi bagi negara ini.
Moral bangsa saat ini tak lagi sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Dapat kita lihat dari contoh tawuran antar pelajar. Kekerasan dengan cara tawuran sudah menjadi hal biasa bagi setiap remaja untuk memecahkan suatu masalah.
Hal ini seolah-olah menjadi bukti bahwa mirisnya moral bangsa yang sekarang tak lagi dicerminkan. Para pelajar yang katanya mempunyai pendidikan yang baik pun juga dapat melakukan hal-hal yang bersifat anarkis, premanis, dan rimbanis.
Tentu saja perilaku ini buruk, yang dirugikan bukan hanya orang yang terlibat tetapi juga dapat merugikan orang lain yang ada disekitar tempat tawuran tersebut. Contoh lain yaitu demo mahasiswa yang dilakukan secara anarkis. Sikap yang dilakukan para mahasiswa ini juga kurang baik. Karena sebagai seorang mahasiswa, seharusnya menyampaikan pendapat ataupun kritik dengan cara yang baik dan sopan. Karena, kemarahan yang dirasakan oleh mereka bukan terhadap warga atau masyarakatnya tetapi kepada pemerintahan.
Tetapi sikap yang dilakukan oleh mereka ialah memblokade jalan yang mengakibatkan menjadi macet. Selain itu, fasilitas umum yang telah mereka rusak itu sebenarnya tidak terlalu berpengaruh terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah. Mengapa demikian? karena, pemerintah menggunakan anggaran negara untuk mengganti fasilitas yang telah rusak tadi yang diambil dari uang rakyat yang telah dibayarkannya, seperti membayar pajak.
Dengan demikian kita harusnya memikirkan dahulu sikap atau perilaku yang akan kita lakukan saat akan menyampaikan pendapat terhadap pemerintah. Sehingga orang lain pun yang tidak dirugikan. Sedangkan dari sisi lain, dapat dilihat dari cara berpakaian remaja masa kini. Remaja mempunyai berbagai cara untuk mendapatkan simpati atau perhatian dari lawan jenis. Beberapa cara yang mereka lakukan yaitu dimulai dari pakaian menjadi serba mini bagi remaja wanita. Sebagai remaja yang beradab, tentunya kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan kesantunan dalam berpakaian. Bukan dengan cara tersebut yang tidak seharusnya patut kita lakukan, seharusnya kita tidak merusak kepribadian bangsa sendiri.
Bangsa yang bermoral adalah bangsa yang menjaga moral bangsanya sendiri. Sebagai generasi muda sekaligus sebagai generasi penerus bangsa mempunyai kesadaran akan sikap yang dapat menjaga dan berperilaku moral. Karena dengan begitu para generasi penerus bangsa dapat memiliki kepribadian dan moral yang baik. Sehingga, kita mempunyai generasi penerus yang baik juga.
Dapat disimpulkan disini bahwa betapa pentingnya penanaman civic education terhadap moral generasi muda generasi penerus perjuangan para pahlawan, yang mempunyai tujuan yang sangat mulia, di antaranya, penanaman rasa persamaan, menumbuhkan sikap toleransi, dan membuat seseorang memiliki rasa tanggung jawab dan kewajiban yang besar terhadap bangsa dan negara kita, Indonesia.
Penulis : Muhammad Ilham Maulana (Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Muhammadiyah Malang)