Oleh: Niken Ade Triananda Melani*
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau yang meliputi wilayah dari Sabang hingga Merauke, memiliki luas wilayah mencapai 1.904.569 kilometer persegi. Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Keberagaman yang luas ini mencakup berbagai aspek, mulai dari suku, budaya, agama, ras, hingga bahasa. Keberagaman ini menjadi kekayaan yang perlu dilestarikan dan dijaga.
Beberapa aspek yang mencerminkan keberagaman Indonesia antara lain, pertama, adanya lebih dari 300 suku bangsa dengan tradisi, bahasa, dan adat istiadat masing-masing, termasuk suku Jawa, Sunda, Batak, dan Dayak. Kedua, terdapat lebih dari 700 bahasa daerah yang mencerminkan keragaman linguistik di seluruh kepulauan. Ketiga, Indonesia memiliki beragam agama, seperti Islam, Kristen, Katolik, Budha, dan Hindu, dengan mayoritas penduduk menganut agama Islam. Keempat, terdapat keberagaman geografis yang menciptakan perbedaan iklim, flora, dan fauna di setiap wilayah, dari ujung Sabang hingga Merauke. Kelima, setiap suku bangsa memiliki tradisi dan adat istiadat unik, termasuk upacara adat, tarian, musik, dan perayaan lokal yang menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Untuk mempromosikan perdamaian di tengah keberagaman, Indonesia mengusung semboyan “Bhineka Tunggal Ika,” yang berarti meskipun berbeda-beda, tetap satu juga. Semboyan ini mencerminkan prinsip dasar kebhinekaan atau pluralisme dalam masyarakat Indonesia, yang menegaskan pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan suku, agama, ras, budaya, dan adat istiadat di antara warga negara. Walaupun dengan latar belakang yang beragam, harapannya adalah agar warga Indonesia dapat hidup bersama dengan aman, nyaman, dan damai, terutama di era digital saat ini yang membawa berbagai tantangan untuk menjaga kebhinekaan.
Kini, kita telah memasuki era digital, suatu periode sejarah yang ditandai oleh perubahan besar dalam penggunaan teknologi digital, terutama komputer dan internet, yang secara signifikan memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Era digital membawa transformasi dalam cara kita berkomunikasi, bekerja, berbelanja, mendapatkan informasi, dan berinteraksi satu sama lain. Dengan adanya era digital ini, masyarakat mendapatkan banyak manfaat, termasuk peningkatan produktivitas, akses informasi yang lebih baik, konektivitas yang meningkat, dan peningkatan dalam bidang kreativitas.
Di era digital, kebhinekaan menghadapi tantangan yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus, terutama dalam aspek teknologi, komunikasi, dan budaya. Penyebaran informasi palsu dan hoaks menjadi salah satu tantangan utama, dimungkinkan oleh kecepatan penyebaran melalui media sosial dan platform digital. Hal ini dapat menciptakan ketegangan sosial atau merugikan suatu kelompok.
Selain itu, adanya echo chamber dan filter bubble di platform media sosial juga menjadi tantangan serius. Algoritma yang mengekspos pengguna pada pandangan sejalan dengan kepercayaan mereka dapat menguatkan paham kelompok dan mengurangi pemahaman terhadap keberagaman, menciptakan divisi dalam masyarakat digital.
Ancaman terhadap kebhinekaan juga datang dari cyberbullying dan intoleransi online. Anonimitas di dunia maya sering kali memperburuk perilaku berbahaya ini, mengancam individu atau kelompok tertentu. Selain itu, implementasi teknologi tertentu dapat menimbulkan bias atau diskriminasi, seperti algoritma kecerdasan buatan yang menciptakan ketidaksetaraan berdasarkan data pelatihan yang tidak representatif.
Tidak semua orang memiliki akses yang sama terhadap teknologi digital, menciptakan kesenjangan akses yang dapat memperlebar kesenjangan informasi dan mendukung ketidaksetaraan dalam representasi dan partisipasi online. Di samping itu, media sosial juga sering menjadi panggung polarisasi politik, menciptakan ketegangan di antara kelompok masyarakat dan mengancam kebhinekaan dengan meruncingkan perpecahan sosial.
Dalam menghadapi tantangan ini, perlu dilakukan upaya bersama untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang kebhinekaan di era digital dan merancang solusi yang mempromosikan toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan kesetaraan akses teknologi.
Sebagai upaya pencegahan terhadap potensi lunturnya kebhinekaan di era digital, dapat diimplementasikan strategi yang melibatkan berbagai sektor. Ini mencakup membangun pendidikan yang mempromosikan nilai-nilai toleransi, menghargai perbedaan, dan memperkuat keberagaman di lingkungan sekolah. Selain itu, masyarakat dapat didorong untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang mendukung persatuan dan keberagaman, sementara media diimbau untuk menyajikan berita dan konten yang mencerminkan keberagaman dan mendukung harmoni sosial.
Strategi lainnya mencakup promosi kesetaraan gender dan hak asasi manusia sebagai bagian integral dari nilai-nilai keberagaman. Di lingkungan kerja dan komunitas, ditekankan pentingnya kerjasama lintas budaya dan lintas agama. Penguatannya juga melibatkan peraturan hukum yang lebih kuat untuk melarang diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan.
Pentingnya literasi digital dan keberagaman diakui melalui penyediaan sumber daya online yang edukatif. Dalam hal ini, platform digital dapat dimanfaatkan untuk mendukung dialog positif dan berbagi informasi yang mempromosikan keberagaman. Menurut penulis, urgensi kebhinekaan di era digital tidak hanya penting, tetapi juga memiliki dampak signifikan dalam berbagai aspek kehidupan sosial, budaya, dan politik.
Alasan utama mengapa kebhinekaan sangat penting di era digital mencakup penghargaan terhadap keberagaman manusia, promosi toleransi antar suku, ras, agama, budaya, dan adat. Hal ini juga menjadi kunci untuk mencegah diskriminasi dan kebencian, memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan ide, mendorong inovasi, serta menciptakan keamanan dan stabilitas global. Selain itu, kebhinekaan juga memiliki peran krusial dalam pembentukan identitas digital yang positif dan sebagai jawaban bersama terhadap tantangan global.
*) Mahasiswi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Malang
Editor: Fathan Faris Saputro