ArtikelOpini

Pandangan Manusia di Tengah Agama dan Sains Modern

5 Mins read

(Sumber Gambar: Redaksi SEJUK.ID)

Berkembangnya waktu dan perubahan sosial memiliki pengaruh terhadap aktivitas sosial masyarakat. Gaya hidup, pandangan, komunikasi, dan lain sebagainya menuaikan masalah-masalah baru dalam kehidupan. Hal ini akan berdampak pada kondisi kesehatan mental seseorang. Bagi seorang muslim, agama memiliki andil yang besar dalam mengatasi persoalan dalam kehidupannya.

Dalam dunia yang modern ini, banyak aktivitas seseorang untuk meraih tujuannya. Manusia dalam menghadapi dan mendapatkan kebutuhan hidupnya akan bersaing dalam hal apapun itu agar tujuannya dapat terpenuhi baik secara lahir maupun batin. Situasi seperti ini memunculkan berbagai macam penyakit, baik itu penyakit fisik maupun psikis/hati seperti kelelahan, cemas atau takut, stress maupun tekanan yang mengakibatkan adanya gangguan kesehatan mental.

Agama mewajibkan penganutnya untuk melaksanakan ajarannya secara rutin, karena dapat berpengaruh memberikan keyakinan bahwa hidup menjadi lebih bermakna. Seseorang yang berpegang teguh kepada agama, apabila mengalami kekecewaan, ia tidak akan merasa putus asa dan akan menghadapinya dengan tenang dan tabah. Keyakinan-keyakinan seperti inilah yang akan membawa seseorang tetap mempunyai kesehatan mental sebab ia terhindar dari rasa cemas, depresi dan stress ketika mempunyai masalah. Dalam konteks agama Islam, orang yang semakin dekat kepada Allah SWT dengan semakin memperbanyak ibadah (mengingat Allah SWT), maka akan semakin tentramlah jiwanya serta semakin mampu menghadapi kekecewaan dan kesukaran-kesukaran dalam hidup.

Agama merupakan institusi  yang tabu untuk dibahas bagi sebagian kalangan. Hal ini menyebabkan agama pada mulanya dijalankan layaknya tambang yang sudah kering; sangat sulit untuk digali. Agama di presepsikan sebagai hal ihwal yang bersifat final, sehingga tidak perlu dikaji secara komperhensif. Namun tradisi agama yang rigid tersebut berkembang dan mengalami beberapa pergeseran, dalam  tahapan selanjutnya klaim kebenaran dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbasis kuat pada rasionalitas.

Era ini, agama justru dinilai mengalami masa yang buruk, sebab kadar spiritualitas dari agama terdegradasi akibat dominasi rasionalitas yang terlalu timpang, sehingga agama justru hanya dikaji sebagai objek materil dan lepas darinilai-nilai luhurnya. Selanjutnya ialah upaya menggapai kebenaran yang di titik beratkan pada pengalaman pribadi manusia dalam beragama dan mengalami Tuhan. Pada tahapan ini proses untuk tiba pada kebenaran disandarkan pada penghayatan fenomenologi dan eksistensi manusia, bahwasanya manusia dalam kehidupan kesehariannya merupakan suatu entitas yang terkait erat dengan Tuhan, bukan realitas yang terpisah.

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa klaim kebenaran agama sejauh ini berkembang dan mengalami beberapa fase, yang pertama ialah ketika  agama berciri khas sebagai institusi yang sangat rigid, tertutup dan doctrinal dan dogmatic yang tabu untuk di diskusikan. Pada tahapan selanjutnya ialah klaim kebenaran dengan menggunakan pendekatan yang berbasis kuat pada rasionalitas, di era ini, agama justru dinilai mengalami masa yang buruk, sebab kadar spiritualitas dari agama terdegradasi akibat dominasi rasionalitas yang terlalu timpang, sehingga agama justru hanya dikaji sebagai objek materil dan lepas dari nilai-nilai luhurnya.

Selanjutnya menggunakan perpaduan antara pendekatan-pendekatan sebelumnya, dimana agama dibahas tetap dengan menggunakan rasionalitas, namun rasionalitas itu tidak lagi mendominasi melainkanhanya dijadikan sebagai basis pijakan saat manusia mengalami Tuhan itu sendiri. Pada era ini model yang dihadirkan dalam upaya menggapai kebenaran di titik beratkan pada pengalaman pribadi manusia dalam beragama dan mengalami Tuhan. Sehingga proses untuk tiba pada kebenaran disandarkan pada penghayatan fenomenologi dan eksistensi manusia, bahwasanya keseharian dalam kehidupan manusia merupakan suatu kesatuan yang terikat dengan Tuhan.

Integrasi Agama dan Sains

Integrasi Sains dan Agama. Drs. H. Hardi Selamat Hood, M.Si, Ph.D. Dosen IAI Ar-Risalah–Riau. Berdasarkan hasil penelitian bahwa,Hubungan antara sains dan agama  kini menjadi pertimbangan penting dikalangan pemikir, dan pembentukan kuliah-kuliah akademik tentang sains dan Islam merupakan petunjuk kuat tentang hal tersebut. Oleh karena demikian, maka makalah yang dihadapan saudara ini adalah salah satu bentuk upaya untuk mengkaji pandangan hubungan sains dan Islam, yakni dari sisi pandangan konflik, independensi, dialog, dan integrasi.’.

Ahmad Mujahid. Program Studi Psikologi Islam, Institut Agama Islam Negeri Surakarta-Indonesia. Prophetic Psychology: Relevansi Penafsiran Agama Dalam Menyikapi Era Society 5.0. Prosiding Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam Dan Sains. (2020). Berdasarkan hasil penelitian bahwa, dengan menghadirkan konsep profetik dalam kacamata psikologi yang merupakan turunan dari Ilmu Sosial Profetik (ISP) yang dipelopori oleh Kuntowijoyo, sangat penting dalam menjawab dinamika antara agama (islam) dan sains era modern. Psikologi profetik ini penting, karena sekarang ini fenomena kehidupan semakin jauh dari spirit kenabian; maraknya tindakan terorisme, kriminalitas, kemiskinan, kejumudan, dan pemberhalaan duniawi, apalagi konsep psikologi kontemporer yang belum cukup “memuaskan” untuk konteks manusia yang beragama. Tiga nilai dasar yang menjadi spirit profetik; humanisasi (memanusiakan manusia), liberasi (mencegah kemungkaran), dan transendensi (beriman kepada Allah SWT).

Syarif Hidayatullah Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada. Agama Dan Sains: Sebuah Kajian Tentang Relasi Dan Metodologi. Jurnal Filsafat (2019). Dari  hasil penelitian  terungkap bahwa walaupun antara sains dan agama merupakan dua entitas yang berbeda sebagai sumber pengetahuan dan  sumber  nilai bagi kehidupan manusia, namun hubungan keduanya sangatlah dinamis, dari model  relasi yang serba konflik dan kontras, saling independen, berdialog dan  saling bertitik-sentuh (conversation) serta bersesuaian (compatible), hingga saling konfirmasi dan integrasi serta  harmonis. Metode ilmiah digunakan oleh para saintis dengan memiliki suatu cara tertentu dalam memperoleh pengetahuan tentang gejala alam. Namun, jika diperbandingkan dengan metode yang dikandung agama,  selain ada perbedaan unik yang dimiliki agama, maka tidak bisa dipungkiri adanya kemiripan di antara keduanya,  misalnya berkaitan dengan pengalaman dan interpretasi, peran komunitas dan analogi serta model.

Kesimpulan

Tantangan globalisasi juga akan merubah”wajah” agama-modern yang sangat jauh berbeda dengan agama-tradisional sebelumnya, dimana agama tidak lagi ‘berwibawa’, solid dalam satu kesatuan (umat), melainkan terfragmentasi kedalam individu-individu yang beragam. Ini tentu bukan pertanda agama akan terpinggirkan di ranah privat-individual, melainkan justru tampil mengemuka di ranah publik, melalui figur pribadi-pribadi yang tidak kalah saleh-nya dengan otoritas ulama-pendeta formal.

Religiusitas-modern masa depan ditandai dengan tampilnya pribadi-pribadi layaknya “mullah”, imam, yang sibuk mencerdaskan keber-agamaan dirinya di ruang publik. Dan akhirnya, ruang publik (public sphere) sendiri mengalami perubahan signifikan, yang bahkan pergi jauh meninggalkan idealisme sang penggagasnya, Habermas. Masa depan pendidikan agama menemukan tantangan signifikan, otoritas kebenaran menjadi terfragmentasi kedalam pemahaman individu-individu yang sangat beragam, model pendidikan menjadi sangat terbuka dengan berbagai perbedaan, dan sangat kritis terhadap kesepahaman (permufakatan).

Agama dan sains, memang sudah semestinya terjalin hubungan fungsional dan dialektis dalam kerangka yang bisadipahami oleh akal rasional manusia. Hal ini dikarenakan antara sains yang berpijak pada observasi inderawi, dan filsafat yang mengutamakan rasional, dan agama yang bersandar pada wahyu memiliki kecenderungan untuk saling melengkapi.

Agama selain sebagai sumber makna, juga berpotensi menjadi sumber konflik. Hal ini karena memang ada legitimasi teks yang menjadi inspirator bagi pemeluknya melakukan tindakan kekerasan. Meskipun tidak semua kekerasan mengatasnamakan agama, namun ada banyak peristiwa yang telah terjadi dan kemungkinan akan terjadi kembali. Jika agama bisa menjadi sumber terjadinya kekerasan dan memicukonflik, lalu apakah agama juga bisa menjadi sumber kedamaian dan mampu menyelesaikan problem kemanusiaan? Hans Kung menawarkan dialog yang konstruktif untuk membangun suatu konsensus bersama dengan tujuan untuk menciptakan kedamaian dunia. Kung menyatakan bahwa tidak ada perdamain dunia tanpa perdamaian agama-agama. Tidak ada perdamaian antar agama tanpa dialog antar agama, dan tidak ada dialog antar agama tanpa penyelaman terhadap pondasi agama-agama. Teologi dialog Kung dimaksudkan untuk mencapai suatu etika global yang menjadi konsensus bersama.

Sudah seharusnya umat beragama hijrah menuju cita-cita perdamaian bersama yang bersumber dari pondasi agama-agama, bergerak dari budaya ko-eksistensi menuju pro-eksis-tensi. Kung dengan semangat untuk tetap mengatakan bahwa agama bisa menjadi sumber kedamaian bagi individu maupun dunia. Bagi Kung, agama yang benar bukan hanya agama yang tidak bertentangan dengan kemanusiaan tetapi juga menyempurnakan kemanusiaan.

Berikut beberapa “kalimah thayyibah” yang bersumber dari tradisi agama-agama. Tidak seorang pun di antara kamu yang beriman sepanjang tidak mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri (Islam). Apapun yang kau inginkan pada orang lain untukdilakukanpadamu, lakukan pada mereka (Kristen). Jangan lakukan pada orang lain apa yang kamu tidak ingin orang lain lakukanpadamu (Yahudi). Siapapun tidak boleh memberlakukan orang lain dalamcara yang tidak me-nyenangkan bagi mereka sendiri (Hindu). Keadaan yang tidak menyenangkan atau menyenangkan bagiku, maka akan demikian juga bagidia (Buddha).

34 posts

About author
Penulis adalah Alumnus Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang.
Articles
Related posts
OpiniPolitik

Waspada “Kelompok Agamis” : Menggembosi Aksi Mengawal Demokrasi

4 Mins read
Artikel

Menyikapi Tanda-Tanda Kiamat dengan Kesadaran dan Perubahan

2 Mins read
Opini

Literasi di Era Scrolling: Menemukan Makna di Tengah Informasi

4 Mins read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *