ArtikelOpini

Islam, Puasa Manusia dan Keadaban

2 Mins read

(Sumber Gambar: Redaksi Sejuk.ID)

Puasa merupakan salah satu rukun islam yang menjadi kewajiban bagi setiap umat islam. Puasa Ramadhan baru diperintahkan kepada umat Muhammad saw. Pada bulan Sya‟ban dua tahun setelah mereka hijrah ke Madinah. Itu artinya ibadah puasa baru disyariatkan lima belas tahun setelah diproklamasika agama Islam. Yang menjadi pertanyaan, mengapa puasa tidak diwajibkan pada era awal kelahiran Islam?

Penggemblengan dan penguatan akidah adalah prioritas utama dalam misi dakwah diawal kemunculan Islam. Ini bisa kita buktikan dengan adanya perbedaan karakteristik antara surat-surat Makkiyah dan Madaniyah.

Akidah yang tertancap kuat dapat menjadikan perintah syariat mudah diterima dan dijalankan dengan ketulusan dan ketundukan. Berbeda ceritanya jika umat sudah diperintahkan menjalankan kewajiban syariat, padahal akidahnya masih rapuh. Alih alih syariat akan dijalankan, yang terjadi justru muncul penolakan terhadap syariat. Alasan kedua, karena situasi dan kondisi pada saat itu kurang kondusif. Ketika masih berada di Mekah, umat Islam masih disibukan dengan berbagai macam terror, siksaan, dan intimidasi dari kafir Quraisy. Padahal, untuk menjalankan ibadah puasa, dibutuhkan suasana tenang dan aman. Kondisi itu baru dirasakan sahabat setelah mereka berimigrasi ke Madinah.

Istilah puasa sendiri dalam bahasa arab disebutkan dengan As-Shiyam yang memiliki arti sama dengan kata Al-Imsak; yakni menahan dari melakukan sesuatu atau meninggalkannya. Ketika kuda tunggangan enggan berjalan walaupun sudah dihela berkali-kali, maka akan dikatajan ShamatilKhail-Anis-Sairi (kuda menahan jalannya). Ketika angina tidak berhembus maka akan dikatakan Shamat-Rrih-Anil-Hubub (angina menahan hembusannya).

Begitu perbuatan-perbuatan lainnya ketika tertahan berlangsunganya, maka dapat kita gunakan kata As-Shiyam. Dalam tinjuan medis , puasa adalah kondisi ketika badan tidak mengkonsumsi makanan untuk beberapa saat atau beberapa jam.

Dengan demikian jika tidak makan dengan alasan menjaga kelangsingan badan, maka hal tersebut sudah dapat dikatagorikan menjalankan puasa dalam tinjauan medis. Tidak makan makanan tertentu karena ada tuntutan medis seperti tidak mengkonsumsi telur untuk menghindari gatal dan tidak makan sebelum menjalankan operasi juga dapat digolongkan puasa dalam terminology medis. Sedang dalam tinjauan Syara‟, Puasa memiliki arti menahan dari keseluruhan sesuatu yang membatalakan puasa (makan, minum, bersenggama) mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan syarat-syarat tertentu.

Puasa Syar‟i dilakukan atas dasar dorongan pengabdian atau ibadah kepada allah SWT. Tidak dilatari oleh keinginan mendapat kedigdayaan, kesehatan sebagaimana uraian di atas, atau hal-hal lain yang diluar ibadah. Dari paparan yang telah penulis sebutkan, kita sedikit banyak mengetahui macamnya puasa, ada puasa berbicara sebagaimana yang di ungkapkan oleh siti Maryam, puasa medis sebagaimana uraian di atas dan adapula puasa syar‟i. dengan memperhatikan arti puasa menurut terminology syara‟ atau fiqih, kita akan bisa membedakan mana puasa yang bernilai ibadah dan yang bukan, sehingga dalam memahami puasa yang dimaksud oleh penulis dalam kajian ini tidak mengalami kesulitan.

Dalam Ilmu Al Quran kontemporer, puasa yang menjadi bagian dari ritual keagamaan yang disebutkan dalam Al Quran, dikategorikan sebagai salah satu mukjizat Al Quran yang tersingkap setelah berkembangnya ilmu pengetahuan modern. Az Zarqani menuturkan bahwa puasa memiliki tiga dimensi sekaligus. Tiga dimensi utama tersebut adalah sisi kejiwaan (ruhiyyah; religion psychological) yang menajdi kajian inti para pakar keagamaan dan kesufian. Dimensi ini bersifat transenden, privat, dan tidak terkait dengan hubungan sosial Kedua, dimensi moral ( akhlaqiyyah) yang merupakan lahan garapan spesialis moral. Aspek moral dalam puasa ini dapat dengan mudah kita pahami karena dalam puasa terdapat pendidikan dan pembiasaan kedisplinan, ketaatan, penerimaan secara lahir batin aturan-aturan yang telah ditetapkan, kepatuhan kepada pemimpin, kesbaran, ketahanan, dan perlawanan terhadap kuasa nafsu, penguatan dorongan kepada perbuatan baik, seperti sedekah, dan sebagainya. Dimensi inilah yang menjadikan puasa memiliki nilai sosial. Terakhir, puasa memiliki dimens kesehatan. Dimensi kesehatan inilah yang sedang ramai diperbincangkan sebagai bentuk kemukjizatan Al Quran yang telah terungkap seiring laju perkembangan ilmu pengetahuan modern.

Pengetahuan modern membuktikan bahwa puasa tidak berbahaya bagi tubuh selama dijalankan sesuai dengan koridor syariat. Bahkan, puasa dapat memperbaiki kualitas fisis, medis, dan biologis seseorang. Dengan tiga dimensi yang dimiliki puasa, tidak berlebihan jika kita katakan puasa sebagai cara yang sehat secara spiritual, medical, sosial, dan penuh dengan dan hikmah ketuhanan untuk mewujudkan kebaikan dunia akhirat ( shalah ad dunya wa al akhirah).

34 posts

About author
Penulis adalah Alumnus Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang.
Articles
Related posts
Opini

Membaca Demokrasi dan Efisiensi

3 Mins read
Artikel

Ketua Umum PC IMM Bima: Segera Tetapkan Hj. Eliya Sebagai Tersangka

2 Mins read
Artikel

Memahami Digital Marketing: Strategi dan Pentingnya di Era Modern

3 Mins read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *