Opini

Kemiskinan Akibat Hutang Negara

3 Mins read

Sejuk.ID“Kemiskinan yang disebabkan oleh hutang negara dapat terjadi ketika pemerintahan suatu negara menghadapi beban hutang yang berlebihan dan tidak dapat mengelola hutang tersebut dengan baik. Hutang negara adalah jumlah uang yang dipinjam oleh pemerintah dari pihak luar, seperti lembaga keuangan internasional atau negara-negara lain, untuk membiayai defisit anggaran atau proyek pembangunan”.

Di kutip dari berbagai sumber, bahwa ada beberapa pandangan yang terjadi di Negara Indonesia. Pandangan terhadap kemiskinan akibat hutang negara sangat bervariasi tergantung pada sudut pandang dan konteksnya. Pandangan Kritis, beberapa orang mungkin berpendapat bahwa kemiskinan akibat hutang negara adalah hasil dari kebijakan pemerintah yang buruk dalam mengelola hutang negara. Pemerintah yang tidak bertanggung jawab dalam meminjam uang, mengelola hutang, atau menggunakan dana hutang untuk membiayai proyek yang tidak produktif dapat memperburuk masalah kemiskinan dalam jangka panjang. Pandangan ini mungkin menekankan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan pengelolaan hutang yang bijaksana untuk mencegah kemiskinan akibat hutang negara.

Pandangan Sosial, beberapa orang mungkin melihat kemiskinan akibat hutang negara sebagai akibat dari ketidakadilan sosial dan ekonomi. Mereka dapat berpendapat bahwa hutang negara yang berlebihan sering kali muncul akibat dari ketidaksetaraan ekonomi, korupsi, atau ketidakadilan struktural yang menghalangi akses ke sumber daya dan peluang ekonomi bagi sebagian besar penduduk. Pandangan ini mungkin menekankan pentingnya kebijakan publik yang berfokus pada redistribusi kekayaan, pemberdayaan ekonomi, dan pengurangan ketimpangan untuk mengurangi kemiskinan akibat hutang negara.

Pandangan Ekonomi, beberapa orang mungkin melihat kemiskinan akibat hutang negara sebagai akibat dari masalah ekonomi makro, seperti resesi ekonomi, ketidakstabilan ekonomi global, atau terlalu banyak ketergantungan pada pinjaman luar negeri. Mereka dapat berpendapat bahwa untuk mengurangi kemiskinan akibat hutang negara, diperlukan kebijakan ekonomi yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, diversifikasi ekonomi, dan pengelolaan risiko ekonomi. Pandangan ini mungkin menekankan pentingnya kebijakan fiskal dan moneter yang bijaksana serta manajemen risiko ekonomi yang baik dalam mengurangi kemiskinan akibat hutang negara.

Pandangan Realpolitik, beberapa orang mungkin melihat kemiskinan akibat hutang negara sebagai konsekuensi realitas politik dan hubungan internasional antara negara-negara. Mereka dapat berpendapat bahwa hutang negara adalah bagian dari dinamika politik dan ekonomi antarnegara, dan pemerintah sering kali harus meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan anggaran atau membiayai proyek pembangunan. Pandangan ini mungkin menekankan pentingnya diplomasi, negosiasi, dan pengelolaan hutang yang cerdas dalam konteks hubungan internasional untuk mengurangi dampak kemiskinan akibat hutang negara. Penting untuk diingat bahwa kemiskinan akibat hutang negara adalah masalah yang kompleks, dan melibatkan banyak faktor.

Ketergantungan pada bunga hutang, ketika pemerintah harus membayar bunga yang tinggi atas hutangnya, anggaran pemerintah akan terbebani dengan pembayaran bunga yang tinggi. Hal ini dapat mengurangi anggaran yang tersedia untuk membiayai program-program sosial, seperti bantuan sosial, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang dapat berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, hal ini dapat mengakibatkan kemiskinan yang lebih besar karena pemerintah tidak cukup memiliki dana untuk menyediakan layanan dasar kepada warganya.

Pengurangan investasi dalam pembangunan, hutang negara yang besar dapat mengakibatkan pengurangan investasi dalam pembangunan ekonomi. Pemerintah cenderung mengalokasikan sumber daya ke pembayaran hutang daripada menginvestasikan dalam sektor-sektor yang dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, dan mengurangi tingkat kemiskinan. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat, kesempatan kerja menjadi terbatas, dan kemiskinan pun semakin merajalela.

Peningkatan pajak dan inflasi, untuk membayar hutang, pemerintah sering kali harus meningkatkan pajak atau mencetak lebih banyak uang, yang dapat mengakibatkan inflasi. Peningkatan pajak dapat membebani masyarakat, terutama mereka yang sudah berada dalam kondisi ekonomi yang lemah, sehingga dapat memperburuk tingkat kemiskinan. Sementara itu, inflasi dapat mengurangi daya beli masyarakat, memperburuk kondisi ekonomi, dan mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa, yang juga dapat meningkatkan kemiskinan.

Serta menurunnya kualitas layanan publik, beban hutang negara yang berat dapat mengakibatkan penurunan kualitas layanan publik yang disediakan oleh pemerintah, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Layanan publik yang tidak memadai dapat membuat kepercayaan publik menurun berkorelasi lurus terhadap terhambatnya pertumbuhan investasi.

Sebagian dari masyarakat mungkin berfikir, mengapa Negara tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya untuk melunasi utang? Alasannya adalah, Inflasi. Mencetak uang dalam jumlah yang tidak terkendali dapat menyebabkan inflasi, yaitu meningkatnya harga barang dan jasa secara umum. Ketika terlalu banyak uang beredar di masyarakat, permintaan terhadap barang dan jasa juga meningkat, yang pada akhirnya dapat mendorong harga barang pokok atau kebutuhan lainnya menjadi naik.

Oleh karena itu, pemerintah harus menjaga keseimbangan antara jumlah uang yang beredar dan pertumbuhan ekonomi untuk mencegah inflasi yang merugikan bagi masyarakat luas. Devaluasi mata uang, jika terlalu banyak uang dicetak, nilai mata uang negara dapat merosot. Ketika terlalu banyak uang beredar, permintaan terhadap mata uang tersebut dapat menurun, yang mengakibatkan devaluasi mata uang. Devaluasi mata uang dapat mengurangi daya beli masyarakat dalam negeri dan akan berdampak negatif terhadap perdagangan internasional serta investasi asing.

Kebijakan moneter, Negara biasanya memiliki otoritas moneter, seperti bank sentral, yang bertanggung jawab untuk mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Kebijakan moneter yang cermat diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan. Jika terlalu banyak uang dicetak, bank sentral mungkin harus mengambil tindakan untuk mengendalikan pertumbuhan uang, misalnya dengan menaikkan suku bunga atau menjual surat berharga, yang dapat berdampak pada sektor ekonomi secara keseluruhan.

Kepercayaan masyarakat terhadap mata uang, kepercayaan masyarakat terhadap nilai dan stabilitas mata uang sangat penting. Jika terlalu banyak uang dicetak, dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap mata uang tersebut, yang pada akhirnya dapat merusak kestabilan ekonomi dan sistem keuangan negara.

Oleh karena itu, penulis meyakini bahwa negara tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya untuk menjaga stabilitas ekonomi, menjaga kepercayaan masyarakat terhadap mata uang, serta menghindari risiko inflasi dan devaluasi mata uang yang dapat merugikan perekonomian negara dan masyarakat secara keseluruhan. Untuk melunasi segala utang piutang, suatu Negara harus dapat mengukur populasinya dan bekerja secara produktif, memanfaatkan kekuatan dan mengelola potensi Negara. Seperti, sumber daya alam, komoditas, dan sebagainya.

Penulis: Rivisya Shafa Oceanda (Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang)

767 posts

About author
Pemuda yang senang belajar dan berbagi dengan sesama.
Articles
    Related posts
    OpiniPolitik

    Waspada “Kelompok Agamis” : Menggembosi Aksi Mengawal Demokrasi

    4 Mins read
    Opini

    Literasi di Era Scrolling: Menemukan Makna di Tengah Informasi

    4 Mins read
    OpiniPolitik

    Senja Demokrasi Dinasti Jokowi

    5 Mins read

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *