BeritaDaerah

MAARIF Institute: 20 Tahun Menyemai Kebinekaan dan Moderasi

3 Mins read

Sejuk.IDMAARIF Institute, yang merayakan usianya yang ke-20 tahun tahun ini, telah teguh berkomitmen sejak awal berdirinya untuk menjadi salah satu pilar bangsa yang mendedikasikan diri pada kerja kemanusiaan, menjaga kebinekaan, mendorong penegakan HAM, memperjuangkan kebebasan beragama, serta mempromosikan watak dan ciri khas Islam Indonesia sebagai agama yang rahmatan li al-alamin, inklusif, toleran, dan sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang berpihak kepada keadilan.

Dalam rangka memperingati dua dekade perjalanan tersebut, MAARIF Institute meluncurkan buku berjudul “Katalisator Perekat Kebinekaan Membangun Generasi Inklusif”. Buku ini ditulis oleh Abdul Mu’ti (PP. Muhammadiyah), Musdah Mulia (Aktivis Perempuan), Alissa Wahid (Jaringan Gusdurian), serta rekan-rekan lain yang juga merupakan kolega MAARIF Institute. Buku tersebut mengisahkan perjalanan lembaga ini dalam mengawal pemikiran-pemikiran Buya Syafii tentang keindonesiaan, keagamaan, dan kemanusiaan yang bertujuan untuk menampilkan karakter bangsa yang moderat.

Acara peluncuran buku ini diadakan di Aula Ahmad Dahlan, Lantai 1 Gedung Dakwah PP. Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya No. 62, Jakarta Pusat, dan dihadiri oleh sejumlah narasumber, antara lain: Musdah Mulia (Penulis Buku Ensiklopedia Muslimah Reformis), Jack Manuputty (Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja), M. Wahyuni Nafis (NCMS), dan Desvian Bandarsyah (UHAMKA). Acara ini dipandu oleh Moh. Shofan (Direktur Program MAARIF Institute).

Suyoto, Pengurus Yayasan Ahmad Syafii Maarif, dalam sambutan pembukaannya, menyampaikan rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa karena MAARIF Institute telah berkomitmen dalam dua dekade ini untuk menyebarkan gagasan-gagasan Buya Syafii. Ia juga menyadari bahwa hal ini tidaklah mudah di tengah tantangan dan dinamika berbagai masalah yang berkembang di Indonesia.

“Selamat ulang tahun MAARIF Institute, semoga Tuhan terus memudahkan perjalanan MAARIF dalam berkontribusi dan menerangi perjalanan bangsa,” kata Suyoto.

Abd. Rohim Ghazali, Direktur Eksekutif MAARIF Institute, dalam sambutannya juga menyatakan bahwa apa yang telah dikembangkan oleh MAARIF Institute selama 20 tahun terakhir merupakan upaya untuk mewujudkan gagasan besar Buya Syafii dalam konsep keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan.

“Sebagaimana organisasi lainnya, tentu masih ada kekurangan dan ketidaksempurnaan yang dapat dievaluasi untuk proyeksi ke depan. Terlebih lagi, dalam dua dekade terakhir, dunia telah berkembang dengan pesatnya. Salah satu faktor yang mendorong perubahan adalah revolusi teknologi informasi dan telekomunikasi, yang memungkinkan setiap individu dengan mudah mendapatkan informasi secara terbuka. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan masyarakat yang lebih demokratis, toleran, dan adil.

Rohim menambahkan, “Buya Syafii telah meninggalkan kita setahun yang lalu. Kita semua menjadi pewaris, bukan hanya pemikiran brilian dan kritis Buya Syafii dalam menghadapi masalah-masalah bangsa, tetapi juga mewarisi teladan dan kesederhanaannya. Kita tidak hanya sekadar mengenang, tetapi juga bagaimana kita bisa melanjutkan pemikiran Buya Syafii.”

Narasumber pertama, Musdah Mulia, dalam paparannya menyatakan, “Sebagai seseorang yang sering terlibat dalam berbagai program MAARIF Institute, menurut saya, yang paling mencolok yang dilakukan oleh MAARIF Institute selama dua dekade keberadaannya adalah upaya untuk meningkatkan literasi agama dan mencerdaskan bangsa.” Menurutnya, meskipun mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tanggung jawab pemerintah, namun pemerintah memiliki keterbatasan, dan masyarakat sipil diharapkan ikut berpartisipasi aktif dalam membangun bangsa. Inilah peran MAARIF Institute sebagai bagian dari masyarakat sipil yang berperan dalam meningkatkan kecerdasan bangsa dan kemajuan peradaban manusia.

Jacky Manuputty melihat bahwa selama dua dekade, MAARIF Institute telah bekerja keras untuk menggerakkan semangat intelektual dan mengembangkan Islam yang progresif, toleran, dan anti-kekerasan melalui Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan (SKK) Ahmad Syafii Maarif serta program-program lainnya.

“Tantangan yang dihadapi MAARIF Institute setelah dua dekade pengabdiannya tidaklah mudah. Menanamkan dan menghidupkan gagasan dan teladan Buya Syafii melalui pengelolaan pengetahuan dan perilaku bertujuan untuk memperkuat kohesi sosial terus dihadapkan pada praktik intoleransi, persekusi, dan narasi kebencian berbasis agama yang masih marak terjadi di Indonesia, terutama dalam menghadapi tahun politik menuju Pemilihan Umum saat ini,” jelas Jacky.

Dua narasumber lainnya, Wahyuni Nafis dan Desvian Bandarsyah, berharap MAARIF Institute tetap berkomitmen pada wawasan keislaman yang didasarkan pada kemaslahatan kemanusiaan dan keindonesiaan. Wahyuni Nafis mengatakan, “Apresiasi atas dua dekade MAARIF Institute sebenarnya ditujukan kepada para penggeraknya.”

Pada acara tersebut, hadir pula Pengurus Yayasan MAARIF Institute, seperti Rizal Sukma, Clara Joewono, M. Amin Abdullah, Suyoto; serta Ahmad Najib Burhani, Yayah Khisbiyah, dan sejumlah pejabat negara, pengurus pusat Muhammadiyah, Aisyiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Pemuda, serta para akademisi, aktivis, awak media, dan jaringan MAARIF Institute.

Acara yang dihadiri oleh lebih dari 200 peserta ini diharapkan dapat menjadi sumber energi baru dalam upaya mensosialisasikan gagasan dan cita-cita sosial Buya Syafii. Melalui ranah keislaman dan kebangsaan, MAARIF Institute mengusung nilai-nilai keterbukaan, kesetaraan, dan kebhinekaan yang dapat diwariskan kepada generasi mendatang. (*)