Sejuk.ID – Di era digital sekarang ini mengubah cara pandang sebagian besar manusia, pasalnya digitalisasi saat ini sudah mulai dirasakan, dengan melihat cara bersikap sebagian besar orang saat ini. Beraktifitas mulai terasa menjadi sangat praktis, melalui aktifitas dalam jringan (Daring), orang bisa berkomunikasi lewat jarak jauh pada waktu yang sama dalam semua ranah, terutama dalam religiusitas (rakyat, 2009).
Laporan We Are Sosial mengungkapkan bahwa jumlah aktif penguna media sosial di Indonesia pada bulan Januari 2022 tumbuh sebesar 12,35% dari tahun lalu. Dengan total populasi 273,5 juta lebih, hal tersebut berarti hampir dari setengah penduduk Indonesia, telah menjadi pengguna aktif media sosial (mely, 2022). Dampak ini pun melahirkan efek dinamis, di mana pengunanya selama bisa memanfaatkan dengan baik kesenjangan antara baik buruknya informasi yang di dapat.
Pentingnya kebenaran suatu sumber, saat ini menjadi tidak stabil, karena banyaknya sumber informasi yang belum valid kebenaranya, tetapi telah di bicarakan sebagai sudut pandang baru seseorang.
Media sosial telah memicu perubahan dalam beragama yang signifikan, diantaranya adalah dengan menjadikan aktifitas dalam jaringan (Daring) menjadi bagian dalam religiusitas. Ada kecenderungan dalam kesungguhan beragama, lewat media sosial, dengan membuat unggahan di media sosial.
Maka, pemahaman secara kontekstual menjadi prioritas utama dalam mencari informasi. Karena, internet digunakan sebagai fasilitas untuk dapat berinteraksi dengan mudah dan efisien, maka dengan ini penulis ingin mengkaji kembali bagaimana seharusnya orang bersikap dalam memanfaatkan internet sebagai ruang belajar yang kontekstual. Kecerdasan intelektual tidak harus di miliki oleh para pengguna media sosial, karena secara keseluruhan akses ke media sosial telah di miliki oleh semua orang dari berbagai kalangan dan usia, jadi tidak heran jika semua unggahan di media sosial pun bisa dinikmati oleh siapa saja dan dimana saja. Yang perlu diperhatikan adalah kecerdasan batiniyah untuk mengelola setiap informasi yang masuk, apakah sesuai dengan usia dan kriterianya, dalam suatu golongan religi.
Peran Islam dalam memurnikan ajaran agama di media sosial, termasuk langkah yang utama dalam mengayomi umat muslim dalam dunia maya. Mengingat kemajuan teknologi berdampak pada ketergantungan untuk mencari informasi, melalui mesin telusur. Oleh karena itu, para pendakwah sebaiknya, mulai masuk kedalam dunia mereka, untuk membimbing kaum beragama agar tidak tersesat dalam dunia buatannya sendiri atau tersesat ke jalan yang tidak benar dan dilarang oleh syariat agama Islam.
Fitur-fitur dalam media masa telah memberikan keputusan untuk mengambil informasi sesuai dengan kemauannya sendiri, dengan memanfaatkan alternatif melihat komentar, sebelum mengambil tindakan, maka akan lebih mudah mempertimbangkan setiap informasi yang valid. Dan ini peluang bagi para pendakwah yang ahli di bidang Al-Quran, Hadist, Tafsir dan lainnya. untuk ikut serta dalam memberikan pendapat dan referensi.
Peluang untuk pendakwah akan semakin besar apabila, pendakwah tersebut telah di ikuti oleh banyak orang dengan istilah centang biru. Oleh karena itu, diharapkan bagi masyarakat beragama di Indonesia se-minimalnya mengikuti satu tokoh atau ulama’ yang di kagumi sebagai contoh dan suri tauladan, agar tokoh atau ulama’ tersebut bisa muncul di permukaan beranda media sosial dan mewarnai dunia maya kita.
Sumber yang valid tentu saja sangat berpengaruh besar terhadap kekokohan suatu informasi, adanya suatu tindakan yang timbul dari suatu informasi, bisa jadi karena informasi tersebut. Maka akan timbul perpecahan dan mengancam kedaulatan bangsa Indonesia. Dalam langkah ini bimbingan dari orang yang dipercaya sebagai influencer di media sosial, tentu memegang kuasa yang besar dalam mengerakan aktivitas pengguna media sosial.
Sumber informasi yang tidak valid, juga akan menjerumuskan pada jalan kesesatan. Mengingat Informasi di media sosial sangat bervarian dari segi corak, ragam dan bentuknya. Jika informasi yang ditangkap adalah tentang keberagamaan, maka ini akan menjadi sensitif dan rawan menyesatkan. Sama halnya peran para pendakwah, setiap individu juga perlu memegang kendali atas semua Informasi yang masuk.
Dengan bersama-sama menyaring setiap informasi, yang masuk kedalam jejaring sosial, penulis mengajak kepada pembaca sekalian untuk membangkitkan minat generasi bangsa, dengan mewujudkan media sosial yang ramah dan terjamin kebenaranya, supaya generasi sekarang menjamin kesenjangan media sosial dengan kontekstual. Agama akan lebih mudah di temukan oleh kaum millenial, karena yang Penulis rasakan digitalisasi saat ini sangat dekat sekali dengan kaum milenial.
Maka, pendekatan-pendekatan yang mudah adalah melalui yang paling dekat dengannya, yakni media sosial. Karena perubahan era digitalisasi saat ini, secara tidak langsung, kita juga dituntut untuk terampil bersosialisasi lewat media sosial.
Mari bertindak rasional, baik dari diri penulis sendiri berharap bahwa dengan memperbaiki cara pandang kita dalam melihat kemajuan teknologi saat ini, bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai peluang yang besar. Dalam kegiatan bersosialisasi, berbagi, dan berdiskusi.
Mari bersama kita jadikan ruang publik ini sebagai momentum untuk mengembangkan diri, sebagai generasi yang unggul di bidang tekhnologi serta berkepribadian intelektual. Berbagai informasi sangat mudah untuk di akses, bahkan seseorang bisa mendapatkan sisi religiusitas melalui media, dan dakwah lebih cepat diterima oleh banyak kalangan lewat banyaknya viewers yang melihat konten tersebut. Dari sini penulis mengajak kepada pembaca sekalian untuk bersimpati menjadi Influeencer dalam memperbanyak konten dakwah dan menggemari minimal satu konten dakwah dalam beranda yang terdapat di gawai kita.
Penulis : Yudis Adi Indra Gunawan (Mahasiswa Semester Satu Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang)