Sejuk.ID – Immawati merupakan ujung tombak generasi penerus madani. Immawati adalah seorang wanita yang memiliki peran penting dalam dakwah sesuai dengan kemampuannya. Ia mempunyai peran dalam ber-Amar Ma’ruf Nahi Mungkar sesuai dengan kadar kemampuannya, ia bisa berdakwah di manapun ia berada untuk melakukan dakwah. Dakwah sering dikaitkan dengan berbicara di atas mimbar, memberikan ceramah, keluar rumah atau bahkan keluar daerah. Belum dikatakan berdakwah, jika belum ceramah keluar rumah, jika berdakwah dengan ceramah biasa dilakukan kaum pria khususnya Immawan. Namun, bagaimana dengan wanita khususnya Immawati yang harus berperan dalam dakwah? apakah perlu naik mimbar hanya untuk berdakwah?
Cakupan dakwah sangat luas, bukan tidak hanya stagnan berada di atas mimbar saja untuk menyampaikan sebuah ceramah. Namun, hakikatnya aktivitas dakwah adalah ber-Amar Ma’ruf Nahi Mungkar yakni menyuruh kepada yang Ma’ruf dan mencegah dari apa yang Munkar. Terlepas dari dakwah bil-lisan (perkataan) juga mampu berdakwah bil-fii’liyah (perbuatan). Hal itu juga merupakan suatu kerja dakwah yang tidak boleh disepelekan nilainya.
Allah berfirman “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang Ma’ruf dan mencegah dari apa yang Mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S Al-Imran ayat 104).
Berdakwah merupakan kewajiban setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan. Sejak awal, sejarah Islam perempuan memiliki peran penting dalam penyebaran dakwah Islam. Orang yang paling pertama menjawab dakwah Rasulullah adalah yaitu Khadijah. Ia membantu Dakwah Rasulullah dengan mengorbankan harta yang dimilikinya. Selain Khadijah, Aisyah juga memiliki peran yang sering menjadi tempat untuk menanyakan berbagai persoalan Keislaman baik pada saat Rasulullah masih hidup maupun setelah kepergiannya.
Kita tidak dapat menyatakan suatu skala prioritas bagi seorang dalam berdakwah. Karena, dakwah seorang Immawati sangat berpengaruh terhadap generasi dan bagi kemaslahatan Islam dan umatnya sendiri. Perempuan sebagai kaum Immawati, juga mempunyai keunggulan dalam berdakwah karena, tajamnya pembawaan dan pengelolaan hati yang menyampaikan bentuk dakwahnya akan mudah tersampaikan dan mudah diterima oleh orang lain. Selain itu, seorang immawati juga mampu menorehkan segala pengorbanan dalam berjuang di ladang dakwahnya.
Kiprah seorang Immawati dalam aktivitas dakwah pada hari ini juga sangat penting dan sangat berpengaruh bagi masyarakat luas. Banyak permasalahan dakwah yang seharusnya dilakukan oleh mereka dan lebih efektif jika diselesaikan oleh mereka. Misalnya, permasalahan yang berkaitan dengan dakwah kepada sesama kaum wanita, Immawati tentu akan lebih mudah dan lebih leluasa dalam menjalankan misi dakwahnya kepada sesama kaumnya.
Disisi lain, seorang Immawati kelak akan menjadi ibu dan madrasah pertama untuk anak-anaknya nanti yang akan berjuang menjadi generasi penerus bangsa. Sebagai Immawati, juga perlu memberikan semangat dan motivasi kepada sesama kaum perempuan khususnya Immawati untuk terus melakukan aksi dakwahnya melalui media-media telah berkembang saat ini. Misalnya, dakwah terkecil bisa dimulai dari postingan story di media WhatsApp dan Instagram atau lainnya yang dapat menjadi wadah dakwah bagi kaum Immawati.
Sesuai ajaran agamanya, dakwah Immawati tidak jauh berbeda dengan Immawan, ia wajib berdakwah dan beramal Ma’ruf Nahi mungkar dengan adab syar’i dan tabiat kewanitaannya. Di sela-sela kewajibannya, sebagai seorang Da’iyah yang harus pandai mengatur waktunya dan memilih prioritas amal antara mengembangkan potensi diri dengan keimanan dan menciptakannya dengan ibadah. Ia juga harus mengubah kebiasaannya secara keseluruhan dari paradigma sekuler menjadi paradigma yang Islami. Oleh karena itu, jika seorang Immawati telah berhasil mengatur diri dan mengetahui batasan dalam Dakwah akan mampu mewujudkan semboyan IMM yakni “Aggun dalam Moral, Unggul dalam Intektual”.
Seorang Immawati yang dikatakan tidak akan melupakan kewajiban terhadap ilmu pengetahuan dan semua hal yang bermanfaat bagi dirinya. Dengan demikian, ia akan senantiasa belajar mengajar dan berdakwah di jalan Allah dengan segala macam cara yang sesuai dengan tabiatnya sebagai seorang wanita. Orang berilmu pun harus memiliki kedudukan yang tinggi di mata manusia yang menjadi tempat rujukan dan perkataannya lebih didengar dari orang lain. Sebaliknya, orang tidak berilmu perannya di masyarakat lebih terbatas.
Seorang Immawati dan sebagai muslimah hendaknya mengetahui dunia wanita secara rinci, detail dan menyeluruh. Sehingga, pengetahuan seorang Da’iyah tentang hal ini merupakan sebab paling dominan yang menjadikannya untuk mampu mengadakan pengarahan dan perbaikan kedepannya. Seorang Immawati harus cekatan dalam mengambil keputusan yang inisiatif.
Seorang Da’iyah juga harus memiliki perencanaan, tidak mudah emosi serta mengetahui langkah dan peluang. Dakwah yang disampaikan harus rasional dan hendaknya ia mengetahui bahwa ada beberapa metode dakwah yang harus diterapkan secara bertahap, terlebih dalam menjalankan program dan perubahan. Immawati juga harus bersikap rasional dengan melihat potensi positif dan negatif yang ada sepanjang perjalanan dakwah bil-lisan (perkataan) maupun bil-fi’liyah (perbuatan) dengan berusaha menjadi teladan yang baik.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah untuk mengajarkan akhlak yang mulia kepada semua. Diantaranya rasa malu, yang merupakan bagian dari cabang keimanan. Termasuk rasa malu yang diperintahkan oleh syariat adalah kebiasaan dan akhlak mulia seorang wanita yang dapat menjauhkan dari tempat-tempat fitnah dan meragukan. Realisasi dari rasa malu seorang wanita adalah dengan menutup aurat yang dapat menimbulkan fitnah. Begitulah bentuk sederhana dari Immawati dalam berdakwah.
Immawati adalah mitra dari Risalah Mulia Ia adalah pencetak generasi masa depan, guru para pejuang, penyedia stok pahlawan dan penghantar umat ini pada tempat kembali yang baik. Hal ini disebabkan Immawati juga memiliki akal, pemikiran dan anugerah lainnya yang harus senantiasa dikembangkan dan dimanfaatkan sebagaimana laki-laki atau Immawan, hingga mampu melaksanakan hukum-hukum Rabb-Nya sesuai dengan yang dikehendakinya.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk dari golongan orang-orang yang mau mendengarkan dan mengikuti perkataan yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Dan kita sebagai kaum Immawati juga perlu menjadikan hal ini sebagai refleksi untuk diri sendiri bahwa seorang Immawati perlu untuk mengambil peran dalam berdakwah agar nantinya kita dapat menjadi suri tauladan yang baik dari apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akhir kata dari penulis semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kaum Immawati. Fastabiqul Khoirot.
Penulis: Septi Sartika (Sekretaris Umum PC IMM Nganjuk)