Opini

Paradoks: Luka Menjadi Tinta

2 Mins read

Oleh: Bambang Prakoso (Dosen Ilmu Perpustakaan FISIP UWKS)

SEJUK.ID – Ada kehendak di luar diri kita yang tidak memberikan pilihan atau pertimbangan apa pun, seakan-akan eksistensi kita sebagai manusia hanyalah sebuah utopia. Seperti halnya penyakit: manusia tidak bisa memilih untuk tidak sakit, dan penyakit datang tanpa meminta izin. Demikian pula karya-karya besar dari tokoh-tokoh hebat di dunia ini.

Di balik halaman-halaman yang membekas di hati para pembaca, di balik teori-teori akademik, referensi para peneliti, dan kutipan para cendekiawan, sering kali tersimpan kehidupan yang penuh luka. Banyak penulis besar yang, meskipun mencapai puncak kesuksesan literer, menjalani kehidupan yang tragis.

Karya-karya hebat sering lahir dari rahim luka dan keprihatinan, menjadi cerminan pergulatan manusia. Kisah para pribadi pilihan bukan hanya tentang apa yang mereka tulis, tetapi juga bagaimana tragedi hidup mereka menjadi tinta yang membentuk kata-kata, yang akhirnya menemukan tempat di hati pembaca dengan kehangatan yang mendalam.

Friedrich Nietzsche, filsuf besar yang terkenal dengan konsep “Übermensch” dan “Kematian Tuhan,” menghabiskan sebelas tahun terakhir hidupnya dalam kondisi gila. Diduga penyebabnya adalah sifilis yang tidak terobati. Ia meninggal pada tahun 1900 akibat komplikasi stroke dan pneumonia.

Osamu Dazai, seorang penulis Jepang, kerap merasa asing dalam dunianya. Rasa keterasingan itu dituangkannya dalam No Longer Human, buku yang menggambarkan perjuangannya melawan depresi. Dazai berulang kali mencoba mengakhiri hidupnya hingga akhirnya menenggelamkan diri bersama kekasihnya di Sungai Tama pada tahun 1948.

Albert Camus, pemenang Nobel Sastra yang menulis The Stranger, The Myth of Sisyphus, dan The Fall, meninggal dalam kecelakaan mobil tragis pada tahun 1960. Ironisnya, tiket kereta yang bisa menyelamatkan nyawanya ditemukan di saku bajunya.

George Orwell, penulis Animal Farm dan 1984, meninggal pada usia 46 tahun akibat tuberkulosis. Meski hidupnya singkat, ia mengabdikan diri untuk melawan ketidakadilan sosial melalui tulisan-tulisannya.

Fyodor Dostoyevsky, novelis besar Rusia, dikenal melalui karya seperti Crime and Punishment dan The Brothers Karamazov. Ia meninggal pada usia 59 tahun setelah hidup dalam kemiskinan dan pengasingan.

Virginia Woolf, seorang novelis Inggris, mengisi kantong mantelnya dengan batu sebelum menenggelamkan diri di Sungai Ouse pada tahun 1941. Perjuangannya melawan gangguan bipolar tercermin dalam novel-novelnya seperti Mrs. Dalloway dan To the Lighthouse.

Sylvia Plath, yang menulis The Bell Jar dan puisi-puisi penuh emosi, meninggal akibat bunuh diri dengan gas pada tahun 1963 setelah bertahun-tahun bergulat dengan depresi.

Tenggelam dalam gelombang putus asa, terjatuh dalam kegilaan, tersapu oleh absurditas kehidupan, direnggut penyakit, atau menyerah pada tekanan batin—semua ini adalah refleksi dari pergulatan manusia di balik tirai kehidupan. Namun, dari luka-luka itu, lahirlah warisan intelektual dan medium perubahan peradaban yang mengalir melalui goresan tinta.

839 posts

About author
Pemuda yang senang belajar dan berbagi dengan sesama.
Articles
    Related posts
    Opini

    Kata-kata sebagai Medium Perjumpaan Dua Ruh

    3 Mins read
    Opini

    Ketua Umum PC IMM Bima: Bima Rawan Korupsi, Upaya Preventif Harus Segera Dilakukan

    2 Mins read
    Opini

    Iqro dan Pagar Ketauhidan

    4 Mins read

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *