BeritaNasional

Pakar Budaya Jepang dari UPI: Nilai Moral dan Kompetensi Jepang Jadi Teladan Dunia

1 Mins read

SEJUK.ID – Keberhasilan Jepang sebagai negara maju tidak hanya bertumpu pada kemajuan teknologi, tetapi juga pada sistem pendidikan yang menekankan penguatan kompetensi komunikasi, kolaborasi, dan moralitas. Hal ini disampaikan oleh Dianni Risda, M.Ed., dalam kelas Multikulturalisme di Asia bertajuk “The Education of Foreign Language and Intercultural Understanding”. Acara ini merupakan kolaborasi antara Program Studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Eurasia Foundation dalam rangkaian Eurasia Lecture Series.

Pendidikan moral di Jepang, yang dikenal sebagai Dotoku Kyoiku, telah menjadi bagian penting dari sistem pendidikan mereka. Sejak masa lampau, prinsip-prinsip moral ini diterapkan melalui hanko, sekolah khusus yang ditujukan untuk anak-anak samurai. Di hanko, mereka diajarkan Jugaku (ajaran Konfusianisme) yang menanamkan nilai-nilai etika, tata krama, rasa hormat kepada yang lebih tua, dan dedikasi terhadap pimpinan. Menurut Dianni, masyarakat Jepang sangat antusias dalam belajar karena mereka percaya bahwa ilmu pengetahuan adalah kunci untuk kehidupan yang lebih baik.

Tradisi moralitas di kalangan samurai dikenal dengan istilah “Yumi ya no michi” atau “jalan busur dan anak panah”. Tradisi ini terbentuk pada zaman Kamakura dan semakin diperkuat pada zaman Edo dengan pengaruh Neo-Konfusianisme. Prinsip-prinsip yang diajarkan menuntut kesetiaan mutlak, pengorbanan, kehormatan, dan dedikasi penuh kepada tuan mereka, sehingga menjadi pilar spiritual yang menopang sistem feodal Jepang.

Setelah era Meiji, nilai-nilai moral ini diintegrasikan ke dalam moralitas nasional. Salah satu pepatah terkenal dari budaya samurai adalah “Bushido to iu wa shinu koto to mitsuketari” yang berarti “Seorang Samurai rela mati demi tuannya.” Nilai-nilai ini kemudian diwariskan dalam pendidikan moral hingga saat ini.

Nilai moral yang diajarkan dalam tradisi samurai meliputi tidak mendurhakai yang lebih tua, tunduk kepada orang yang lebih tua, tidak berbohong, tidak bertindak pengecut, tidak menghina yang lemah, tidak makan di luar rumah, dan tidak berbicara dengan wanita di tempat terbuka. Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa pendidikan di Jepang tidak hanya berfokus pada penguasaan akademik, tetapi juga penanaman nilai-nilai moral yang mendalam.

“Jepang adalah contoh nyata bagaimana pendidikan dapat membentuk karakter masyarakat dan menjaga tradisi luhur yang tetap relevan dalam kehidupan modern,” tutup Dianni Risda. (*)