Opini

Mengurangi Kasus Bullying Sejak Dini Melalui Peran Vital Kebhinekaan

3 Mins read

Oleh: Anggun Febriyanti*

Kasus Bullying (perundungan) semakin marak di kalangan anak-anak sekolah, seperti yang terjadi baru-baru ini di Indonesia, menunjukkan seriusnya masalah ini. Salah satu insiden tragis adalah kematian seorang siswi MTs di Sorong, Papua Barat, pada tanggal 22 November 2023, yang diduga akibat depresi setelah mengalami bully oleh enam temannya. Saksi melaporkan bahwa korban seringkali menjadi target bully baik secara verbal maupun fisik.

Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat tren meningkatnya kasus bullying di Indonesia dari tahun ke tahun. Pada tahun 2022, tercatat 226 kasus, meningkat dari 119 kasus pada tahun 2021. Hingga Agustus 2023, KPAI mencatat 2.355 pelanggaran terhadap perlindungan anak. Peningkatan ini mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal.

Kasus seperti ini tidak hanya berdampak negatif secara fisik bagi korban, tetapi juga berdampak serius pada kesehatan mental mereka. Oleh karena itu, langkah-langkah pencegahan bullying perlu ditingkatkan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan mendukung bagi semua siswa.

Faktor internal melibatkan beberapa aspek. Pertama, pelaku bullying sering kali memiliki tingkat empati yang rendah, sehingga sulit bagi mereka untuk memahami perasaan orang lain, memicu perilaku yang dapat menyakiti orang lain. Kedua, kekerasan dalam lingkungan keluarga dapat menjadi pemicu. Anak-anak yang tumbuh di keluarga yang dipenuhi kekerasan lebih rentan menjadi pelaku bullying karena mereka belajar bahwa kekerasan adalah cara yang diterima untuk menyelesaikan masalah. Ketiga, gangguan mental seperti gangguan kepribadian antisosial dan narsistik dapat meningkatkan risiko seseorang melakukan bullying.

Selain faktor internal, terdapat juga faktor eksternal yang berasal dari luar diri pelaku bullying. Ini termasuk pengaruh lingkungan, di mana lingkungan yang sering mengalami kekerasan dapat meningkatkan resiko terjadinya bullying. Pengaruh dari teman sebaya dan media massa juga dapat memainkan peran penting. Khususnya, media sosial bisa menjadi pemicu bullying dengan menyebarkan konten-konten yang memberikan contoh negatif dan merangsang anak-anak untuk melakukan bullying.

Selain faktor-faktor di atas, ada pula faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan bullying, seperti perbedaan fisik atau penampilan. Anak-anak dengan ciri khas fisik tertentu, seperti kebutuhan khusus, tubuh kurus atau gemuk, atau kekurangan fisik, seringkali menjadi sasaran bullying. Selain itu, perbedaan agama atau suku bangsa juga dapat memicu bullying terhadap anak-anak yang memiliki latar belakang berbeda.

Kebhinekaan memegang peran krusial dalam meminimalkan kasus bullying sejak dini. Hal ini disebabkan oleh seringnya kejadian bullying terkait dengan perbedaan, baik suku bangsa, agama, ras, budaya, maupun bahasa. Anak-anak yang belum familiar dengan konsep perbedaan cenderung lebih rentan menjadi korban bullying karena kurangnya pemahaman bahwa keberagaman adalah suatu hal yang alami dan harus dihargai.

Di sisi lain, anak-anak yang telah diperkenalkan dan memahami konsep perbedaan memiliki kemampuan lebih baik dalam menghargai keragaman tersebut. Hal ini dapat membantu mereka untuk mencegah dan menghindari terjadinya bullying. Peran penting kebhinekaan dalam meminimalkan kasus bullying sejak dini mencakup pembangunan pemahaman tentang perbedaan, di mana kebhinekaan berperan membantu anak-anak memahami bahwa perbedaan adalah sesuatu yang normal dan harus dihargai.

Dengan pemahaman yang kuat tentang perbedaan, anak-anak dapat lebih mudah menerima dan menghormati individu yang berbeda dari mereka. Selain itu, kebhinekaan juga dapat membantu anak-anak mengembangkan empati, yaitu kemampuan untuk merasakan dan memahami perasaan orang lain. Dengan adanya empati, anak-anak dapat lebih baik memahami perasaan orang lain, termasuk mereka yang menjadi korban bullying.

Dan yang terakhir, kebhinekaan memiliki peran krusial dalam menciptakan lingkungan inklusif. Lingkungan inklusif adalah tempat yang menerima dan menghargai setiap individu tanpa memandang perbedaan. Dengan keberadaan lingkungan yang inklusif, anak-anak akan merasa lebih aman dan nyaman untuk mengekspresikan diri, termasuk dalam menghadirkan perbedaan yang mereka miliki.

Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk menanamkan nilai-nilai kebhinekaan sejak dini, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dengan mengakar nilai-nilai kebhinekaan, kita dapat membantu meminimalkan kasus bullying sejak dini dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua individu.

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk menanamkan nilai-nilai kebhinekaan sejak dini melibatkan pengajaran anak tentang perbedaan. Ajarkan mereka tentang berbagai perbedaan, termasuk suku bangsa, agama, ras, budaya, dan bahasa. Jelaskan dengan tegas bahwa perbedaan adalah sesuatu yang alami dan harus dihargai. Selanjutnya, menjadi contoh yang baik sangatlah penting. Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar, sehingga menjadi contoh yang menghargai perbedaan akan memberikan dampak positif pada mereka. Terakhir, menciptakan lingkungan yang inklusif adalah langkah kunci. Dengan menciptakan ruang yang menerima dan menghargai semua orang, tanpa memandang perbedaan, kita dapat membantu membentuk masyarakat yang lebih harmonis dan damai.

*) Mahasiswi Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Fathan Faris Saputro

767 posts

About author
Pemuda yang senang belajar dan berbagi dengan sesama.
Articles
    Related posts
    OpiniPolitik

    Waspada “Kelompok Agamis” : Menggembosi Aksi Mengawal Demokrasi

    4 Mins read
    Opini

    Literasi di Era Scrolling: Menemukan Makna di Tengah Informasi

    4 Mins read
    OpiniPolitik

    Senja Demokrasi Dinasti Jokowi

    5 Mins read

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *