Sejuk.ID – Akhir-akhir ini sering terjadinya perdebatan pemahaman keislaman antara ormas keislaman yang mengakibatkan perpecahan umat islam sendiri. Akibatnya, banyak yang kemudian memilih untuk membuat jama’ah sendiri, dan selalu meributkan luar pemahaman keislaman pada masing-masing golongan. Salah satunya di daerah saya yang mayoritasnya dikuasai LDII, dan Minhum.
Pujian atau sholawatan sebelum sholat 5 waktu dianggap bid’ah. Ada juga yang menyebutnya sesat dan sebagainnya. Yang paling aneh lagi ketika seorang jama’ah atau marbot masjid membaca Al-Qur’an sebelum adzan masih dianggap bid’ah. Padahal, ajaran mereka adalah kembalinya Al-Qur’an dan hadits secara otomatis seyakin-yakinnya tidak pernah melarang jama’ah untuk melakukan pembacaan Al-Qur’an. Jelas ini bertanda aneh dan nyata sekali. Apalagi yang dibaca kitab suci Al-Qur’an selama ini sebagai pegangan mereka.
Tentu fenomena di atas bertanda bahwa islam masih berpecah belah antar sesama umat islam. Seperti halnya firman Allah swt pada surat Al-Hujurat ayat 10 berbunyi “
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ࣖ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”.
Artinya konteks surat Al-Hujurat ayat 10 ini mengambarkan kalau merasa bertakwa kepada Allah swt, seharusnya bisa mendamikan sesama mukmin. Bukan untuk berkelahi merasa paling benar sendiri, dan selain jama’ahnya tidak sah menjadi muslim. Atau Bahasa mereka yakni sesat. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan juga didasari antara teks dan konteks kitab suci Al-Qur’an beserta kitab tafsir, hadits atau lainnya, agar tidak sesat menyesatkan.
Maka umat Islam perlu adannya moderasi dalam penerapannya sehari-hari. Lalu mengapa moderasi begitu penting untuk umat islam, khususnya orang-orang yang merasa suci sendiri?. Jika kita Tarik pemaknaan moderasi, tentu di telinga kita yang selalu digaungkan adalah tengah-tengah. Tidak membela kanan, dan tidak membela kiri.
Al-Qur’an juga menegaskan tentang pemahaman moderasi agama sehari-hari “Dan, orang-orang yang apabila berinfak tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir. (Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya,” ( Surat Al-Furqon ayat 67). Penjelasan ini juga pernah disinggung oleh K.H Ahmad Musofa Bisri dalam acara Matanajwa bersama Prof. Dr. Qurais Shihab. Beliau mengatakan “Islam itu ya moderat, kalau islam tidak moderat berarti bukan islam”. Kita boleh berpengangan perbedaan pendapat, asalkan tetap moderat dalam menyikapinya. Boleh ikut Muhammadiyah, Nahdlatul ‘Ulama, LDII dan seterusnya, tapi kalau kita tidak control, rasa kepeduliaan terhadap umat islam sama sekali tidak ada.
Bahkan ‘Ulama Suriah bernama Syeikh Muhammad Rajab salah satu pemimpin Tarekat Nasbaqandiyah yang hari-hari ini berkunjung Nahdlatul ‘Ulama mengingatkan kepada masyarakat islam di Indonesia agar tidak seperti Suriah yang selalu perang “Jangan sampai Indonesia seperti Suriah”. Karena Islam adalah Rahmatallil’alamin seperti ucapan ketua Umum Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir dalam pidato Muktamar Muhammadiyah.
Dengan begitu, pemahaman islam harus di moderasikan mengingat zaman sudah berubah total dari tahun ke tahun. Tengah-tengah bukan berarti golongan tertentu, tetapi mempunyai maksud mengayomi. Bagaimana seharusnya seorang umat islam harus mengayomi sesama islam. Dan mengayomi non Islam sekaligus. Mengayomi berarti mengasihi, tidak menginjak-nginjak, melainkan mencontohkan baik antara baik dan buruknya manusia. Semakin kita ajarkan moderasi, semakin pula perdamaian selalu menyelimuti kita. Jangan sampai diantara umat islam selalu berperang, hanya karena ingin dianggap ustadz dan kyai.
Hal inilah yang membuat islam sangat kuat ditengah kelengahan pemahaman islam. Islam yang dulunya dianggap agama penyihir oleh segelintir kafir Qurais, Nabi Muhammad saw justru membawakan sikap dan tanggung jawabnya sebagai tokoh berpengaruh di dunia. Selain itu, Nabi Muhammad tak henti-hentinya menekankan umatnya memberikan kasih sayang sesama manusia dengan berupa : menyantuni anak yatim, memberi kebebasan kepada kaum minoritas, tak berlebihan dalam agama.
Nabi Muhammad juga menekankan pentingnya menjaga kehormatan dengan umat lainnya. Seperti halnya mengasuh kaum Yahudi yang buta. Yahudi buta ini selalu mengejek Nabi Muhammad saw, berkat kesabaran Nabi, ia sadar ketika Nabi Muhammad meninggal. Karena diberitahu sahabat Nabi Muhammad saw bernama Abu Bakar. Allah pun juga mewajibkan manusia untuk saling memanusiakan manusia “Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari seorang pria dan seorang wanita dan kami menjadikan kamu berbagai bangsa dan suku, agar kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantaramu di sisi Allah ialah orang yang saling bertaqwa”(Q.S. al-Hujarat:13).
Itulah gambaran moderasi dari kacamata islam seutuhnya. Bila tidak diamalkan, belum tentu sifat keterbukaan. Dan ciri orang moderat selalu menemukan solusi tepat memberi penekanan pemahaman islam yang kaku mendalam. Setidanya, bisa memaklumi, serta tak mau menyalahkan, lebih menasehatkan, selayaknya sebagai makhluk sosial.
Penulis : Ahmad Zuhdy Alkhariri (Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta)