Artikel

Inilah Edaran Kemenag Tentang Aturan Pengeras Suara Di Masjid dan Musala

3 Mins read

Kementerian Agama (Kemenag) telah mengeluarkan sejumlah aturan yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan-aturan ini diterbitkan untuk menciptakan ketertiban serta menjaga kenyamanan masyarakat dalam menjalankan ibadah, terutama di bulan Ramadan.

Salah satu pedoman terbaru terkait hal ini adalah Surat Edaran Menteri Agama (SE Menag) Nomor SE.1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.

Surat edaran ini mengacu pada ketentuan sebelumnya, seperti SE Menag Nomor SE.05 Tahun 2022, yang berisi panduan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Volume pengeras suara di masjid atau musala diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (desibel).

Aturan Dasar Penggunaan Pengeras Suara

Dilansir dari laman gurugembul.id, penggunaan pengeras suara di masjid sebenarnya telah lama diatur sejak Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 101/1978. Instruksi ini kemudian dipertegas dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor B.3940/DJ.III/HK.00.7/08/2018.

Menteri Agama juga mengeluarkan SE Menag Nomor 5 Tahun 2022 yang memperbarui dan menyempurnakan aturan sebelumnya. Adapun aturan penggunaan pengeras suara ini bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara syiar Islam dan kenyamanan masyarakat sekitar.

Berikut adalah tata cara penggunaan pengeras suara yang dirinci dalam SE Menag Nomor SE.05 Tahun 2022 dan SE Menag Nomor SE.1 Tahun 2024:

1. Salat Subuh

  • Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dengan durasi maksimal 10 menit.
  • Pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan pengeras suara dalam.

2. Salat Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya

  • Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dengan durasi maksimal 5 menit.
  • Setelah azan, seluruh kegiatan seperti salat dan doa menggunakan pengeras suara dalam.

3. Salat Jumat

  • Sebelum azan, pembacaan Al-Quran atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dengan durasi maksimal 10 menit.
  • Pengumuman terkait petugas Jumat, hasil infak, khotbah Jumat, salat, zikir, dan doa menggunakan pengeras suara dalam.
  • Azan dikumandangkan menggunakan pengeras suara luar.

4. Kegiatan Syiar Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha

  • Pelaksanaan salat tarawih, ceramah Ramadan, dan tadarus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara dalam.
  • Takbiran pada malam Idul Fitri dan Idul Adha dapat menggunakan pengeras suara luar hingga pukul 22.00 waktu setempat. Setelah itu, hanya pengeras suara dalam yang digunakan.
  • Pelaksanaan salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat menggunakan pengeras suara luar.
  • Takbir Idul Adha pada hari Tasyrik (11-13 Zulhijah) dilakukan setelah salat rawatib dengan menggunakan pengeras suara dalam.

5. Peringatan Hari Besar Islam dan Pengajian

  • Seluruh kegiatan menggunakan pengeras suara dalam, kecuali jika jumlah jamaah melimpah hingga ke luar masjid atau musala, maka pengeras suara luar dapat digunakan.

Panduan Tambahan di Bulan Ramadan

SE Menag Nomor SE.1 Tahun 2024 juga memberikan panduan khusus selama Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. Umat Islam dianjurkan untuk:

  1. Menjaga ukhuwah Islamiyah dan toleransi dalam menyikapi perbedaan penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal.
  2. Mengisi bulan Ramadan dengan kegiatan syiar yang sesuai dengan pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
  3. Melaksanakan berbagai kegiatan di masjid, musala, dan tempat lain untuk menyampaikan pesan-pesan takwa serta mempererat persaudaraan.
  4. Melaksanakan takbiran Idul Fitri di masjid, musala, atau tempat lain sesuai aturan pemerintah setempat.
  5. Menjunjung nilai toleransi dalam materi ceramah Ramadan dan khutbah Idul Fitri, serta menghindari muatan politik praktis.
  6. Mengoptimalkan zakat, infak, wakaf, dan sedekah selama bulan Ramadan untuk meningkatkan kesejahteraan umat.

Tanpa Sanksi, Mengutamakan Pembinaan

Instruksi dan surat edaran terkait pengeras suara ini tidak mencantumkan sanksi bagi yang melanggar. Namun, Kemenag menegaskan bahwa pembinaan dan pengawasan pelaksanaan aturan ini menjadi tanggung jawab pemerintah secara berjenjang. Dalam hal ini, Kemenag dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah dan organisasi masyarakat Islam untuk memastikan aturan diterapkan dengan baik.

Bagaimana pandangan Nabi Muhammad saw. atau para sahabat mengenai hal ini?

Ternyata, Rasulullah saw. pernah menegur beberapa sahabat beliau agar memelankan bacaan Al-Qur’an mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf di Masjid, lalu beliau menedengar mereka (para sahabat) mengeraskan bacaan (Al Qur’an) mereka. kemudian beliau membuka tirai sambil bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya setiap kalian tengah berdialog dengan Rabbnya, oleh karena itu janganlah sebagian yang satu mengganggu sebagian yang lain dan jangan pula sebagian yang satu mengeraskan terhadap sebagian yang lain di dalam membaca (Al Qur’an) atau dalam shalatnya.” (HR. Abu Daud & Ahmad)

Pentingnya Menjaga Harmoni

Aturan penggunaan pengeras suara ini sejatinya bertujuan untuk menjaga keselarasan antara syiar keagamaan dan kenyamanan masyarakat. Dengan tetap mematuhi pedoman yang ada, umat Islam dapat melaksanakan ibadah dengan khusyuk tanpa mengganggu ketenangan masyarakat sekitar. Dukungan dari semua pihak sangat diperlukan agar nilai-nilai toleransi dan persaudaraan tetap terjaga.

Related posts
Artikel

Memahami Digital Marketing: Strategi dan Pentingnya di Era Modern

3 Mins read
Artikel

Olahraga Basket dan Sepak Bola: Dua Raksasa Dunia Olahraga

3 Mins read
Artikel

Kebakaran Rumah: Penyebab, Pencegahan, dan Tindakan Darurat

2 Mins read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *