Sejuk.ID – “Sebetulnya permainan tersebut tidak menjadi masalah karena bisa menjadi opsi untuk menanggulangi kecanduan gadget pada anak-anak. Kendati demikian memainkannya harus mengerti tempat dan situasi. Guru dan orang tua memiliki kontribusi dalam mengingatkan anak-anaknya untuk bisa secara bijak memainkan mainan tersebut dan mengatur waktunya.”
Lato-lato yang saat ini sedang viral menjadi polemik ditengah kehidupan masyarakat, karena adanya permainan tersebut menimbulkan keresahan di berbagai kalangan, karena berdampak mengganggu kondusifitas lingkungan, ketika anak-anak memainkannya tidak mengenal tempat dan waktu. Sebetulnya permainan tersebut tidak menjadi masalah ketika anak-anak memainkannya pada waktu dan tempat yang tepat, artinya tidak mengganggu lingkungan sekitar.
Pada dasarnya permainan itu bisa menjadi salah satu opsi untuk mengatasi kecanduaannya anak-anak terhadap gadget, mungkin bisa dibilang “benar”, akan tetapi efek suara yang ditimbulkan dari permainan lato-lato itu sangatlah mengganggu ketenangan lingkungan sekitar, apalagi yang memainkannya lebih dari satu anak dan terus menerus, apa bisa dibayangkan suara yang timbul dari lato-lato tersebut.
Seperti yang dilaporkan oleh tempo.co bahwa mainan lato-lato sudah menjalar ke dalam lingkungan sekolah. Yang mana sekolah merupakan tempat yang kondusif dari kebisingan ini pun, setelah adanya mainan lato-lato menjadikan lingkungan sekolah dan pembelajaran menjadi tidak kondusif lagi. Bahkan tidak hanya sampai situ saja, kini mainan lato-lato sudah ada kompetisi atau perlombaan nya, sehingga wajar apabila kita melihat anak-anak memainkan dan membawanya ke sekolah.
Padahal salah satu kunci pembelajaran seperti yang tertera dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang berbunyi, “Undang-Undang yang mengatur sistem pendidikan yang ada di Indonesia, yang mana penyelenggara wajib memegang beberapa prinsip pendidikan yang diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif, dengan menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa dengan satu kesatuan yang sistematis dengan sistem terbuka dan multimakna.”
Serta di dalam penyelenggara sistem pendidikan juga harus dalam suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat dengan memberikan keteladanan, membangun kemauan (niat, hasrat) dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaraan melalui mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat dan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Sebagai respon dari fenomena tersebut, di salah satu instansi pendidikan di Pesisir Barat Lampung membuat aturan terkait pelarangan untuk membawa mainan tersebut ke sekolah. Dalam surat imbauan nomor 420/13/IV.01/2023 pada tanggal 3 Januari 2023 yang ditanda tangani langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pesisir Barat Lampung. Pelaranggan tersebut guna dalam rangka menjaga kondusifitas dan menciptakaan suasana belajar yang nyaman. Yang mana larangan tersebut terekam di dalam sebuah edaran di media sosial, ketika para siswanya membawa dan memainkan mainan lato-lato disekolah.
Dari fenomena tersebut ada solusi yang bisa dilakukan dengan tidak melarang tetapi membatasi penggunaannya.
Adapun upaya tersebut yaitu; pertama, orang tua harus senantiasa mengawasi anak-anaknya, khususnya ketika bermain supaya permainan lato-lato tersebut tidak menimbulkan keresahan dan membahayakan penggunanya. Seperti saat ini suaranya yang bising menimbulkan keresahan di masyarakat dan lingkungan sekolah. Adapun permainan tersebut juga bisa mengakibatkan cedera fisik, seperti berita akhir-akhir ini bahwa ada seorang anak sekolah Sekolah Dasar (SD) kelas 3 yang bola matanya pecah, karena terkena mainan lato-lato dan mengakibatkan matanya buta sebelah.
Kedua, guru memiliki kontribusi dalam menanggulangi fenomena tersebut, yaitu dengan cara mengedukasi tentang pentingnya saling menghargai dan memberikan pengertian kepada masyarakat. Dalam konteks ini, guru bisa memberi pemahaman bahwa siswa boleh memainkan lato-lato, asalkan tidak menggangu lingkungan masyarakat sekitar. Dan juga dari pihak sekolah bisa membuat aturan terkait pelarangan membawa mainan tersebut.
Sebetulnya permainan tersebut tidak menjadi masalah, karena bisa menjadi opsi untuk menanggulangi kecanduan gadget pada anak-anak. Kendati demikian, memainkannya harus faham tempat, situasi, dan kondisi. Guru dan orang tua perlu memiliki kontribusi dalam mengingatkan anak-anaknya untuk bisa secara bijak memainkan mainan tersebut dan mengatur waktunya. Karena bagaimanapun, sebagai pelajar tetap harus memprioritaskan tugas utamanya yaitu untuk menuntuk ilmu dan belajar.
Peran orang tua dan guru harus mengontrol, agar anak-anak tidak kecanduan sehingga anak-anak tidak melalaikan tugasnya di sekolah. Meskipun permainan lato-lato ini merupakan permainan baru, tetapi bagi orang tua dan guru harus tetap memperhatikan manfaat dan dampaknya. Apa yang sudah terjadi pada siswa SD yaitu sampai mengakibatkan cedera fisik yang diakibatkan oleh lato-lato tersebut tidak terulang kembali.
Akan tetapi, ketika suatu perbuatan dilakukan ditempat yang seharusnya tidak untuk dilakukan, maka hukum yang akan terjadi adalah sebuah larangan dan sebaliknya, ketika suatu perbuatan itu dilakukan pada tempatnya maka larangan tersebut tidak akan terjadi.
Penulis : Faizal Ali Nazieh Ibnu Gandi (Mahasiswa Semester I Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang)
Masya Allah Tabarakallah sukses selalu brother