Opini

Korupsi di Pertamina Menegaskan Fakta Jalan Menuju Kehancuran Sebuah Negara

2 Mins read

Oleh: Bambang Prakoso (Dosen Ilmu Perpustakaan FISIP UWKS dan Ketua GPMB Jawa Timur)

SEJUK.ID – Sebagai pegiat literasi, harapan yang tumbuh subur di tengah masyarakat adalah budaya baca yang bermuara pada kesadaran kolektif berbangsa, merawat tenun kebangsaan, serta ijtihad ikhtiar secara kolektif untuk mewujudkan bangsa yang unggul. Namun, faktanya yang tumbuh subur dari hulu sampai hilir adalah budaya korupsi yang dilakukan oleh para petinggi penyelenggara negara. Mereka yang melekat hak-hak istimewa justru melahirkan tindakan yang sangat animalistik. Korupsi adalah jalan menuju gerbang kehancuran sebuah negara.

Korupsi di Pertamina Samuel P. Huntington menyatakan bahwa korupsi adalah penyakit demokrasi dan modernitas. Sementara itu, Rose-Ackerman mendefinisikan korupsi sebagai pembayaran ilegal kepada pejabat publik guna mendapatkan keuntungan dan memperkaya diri. Bank Dunia mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan wewenang penyelenggara negara untuk meraih keuntungan pribadi atau kelompok.

Pada Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2021, korupsi didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara.

Gaji fantastis miliaran rupiah tidak membuat pejabat kebal dari godaan korupsi, seperti yang terjadi pada Dirut Pertamina Patra Niaga dan rekan-rekannya. Tindakan Riva Siahaan dan para petinggi Pertamina ini mengejutkan publik karena menyangkut hajat hidup masyarakat dan berimbas pada aktivitas lainnya.

Laporan Keuangan 2023 PT Pertamina Patra Niaga mencatat kompensasi manajemen kunci sebesar $19.108.000 (Rp313 miliar) untuk 14 anggota manajemen. Setiap anggota menerima sekitar Rp1,8 miliar per bulan. Selain gaji pokok, mereka juga mendapatkan tunjangan hari raya, tunjangan perumahan, asuransi purna jabatan, kendaraan dinas, fasilitas kesehatan, hingga bantuan hukum.

Namun, fasilitas yang lengkap ini tidak menghalangi mereka untuk melakukan tindakan animalistik seperti pembelian RON 92 yang dilaporkan sebagai BBM RON 90, blending BBM RON 90 dengan BBM RON 92, menurunkan produksi untuk membuka peluang impor, serta menggunakan rekanan ilegal. Tindakan ini di luar batas kemanusiaan karena merugikan negara dan masyarakat.

Dampak Korupsi Korupsi merusak kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemerintahan, mempersulit legitimasi pemerintahan, dan melunturkan nilai demokrasi. Korupsi juga menghambat pertumbuhan ekonomi dan memperburuk pelayanan publik. Institusi pemerintahan menjadi abai pada prosedur, sehingga pejabat diangkat bukan berdasarkan prestasi dan kompetensi, melainkan balas jasa.

Korupsi meningkatkan ketamakan, menghilangkan sensitivitas, dan kepedulian masyarakat terhadap sesama. Dampak lainnya adalah menurunnya kualitas moral individu maupun kolektif, meningkatnya angka kemiskinan, dan memburuknya pelayanan publik di sektor kesehatan dan pendidikan. Pada akhirnya, kondisi ini memicu kriminalitas, kerusuhan, dan perpecahan bangsa.

Di tengah perekonomian global yang tidak menentu, para pejabat negara justru ugal-ugalan melakukan korupsi secara terstruktur, masif, dan sistematis. Kasus-kasus besar seperti Bank Century (Rp7 T), BTS Kominfo (Rp8 T), Garuda Indonesia (Rp9 T), Sawit CPO (Rp12 T), Kemensos (Rp17 T), PT Jiwasraya (Rp17 T), PT Asabri (Rp22 T), PT TPPI (Rp37 T), Duta Palma (Rp78 T), BLBI (Rp138 T), PT Timah (Rp300 T), dan Pertamina (Rp968,5 T) semakin mendekatkan Indonesia pada kebangkrutan.

Pejabat negara seolah tidak belajar dari kegagalan negara lain akibat korupsi, seperti Bulgaria yang mengalami kegagalan bisnis hingga 25% akibat korupsi penguasa. Lebanon dan Sri Lanka juga mengalami krisis ekonomi, inflasi tinggi, kelaparan, dan perpecahan akibat korupsi yang melumpuhkan pemerintahan.

Angka fantastis korupsi di Pertamina menegaskan bahwa korupsi adalah jalan menuju kehancuran sebuah negara. Hanya Tuhan yang dapat menolong bangsa Indonesia dari penyakit kronis stadium akhir ini. (*)

856 posts

About author
Pemuda yang senang belajar dan berbagi dengan sesama.
Articles
    Related posts
    Opini

    Membaca Demokrasi dan Efisiensi

    3 Mins read
    Opini

    Kata-kata sebagai Medium Perjumpaan Dua Ruh

    3 Mins read
    Opini

    Ketua Umum PC IMM Bima: Bima Rawan Korupsi, Upaya Preventif Harus Segera Dilakukan

    2 Mins read

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *