Sejuk.ID – “Pastikan kamu sudah siap mengalah, bisa mengatur emosi dan mengakui kesalahan, berani minta maaf, mau mengutamakan kebahagiaan pasanganmu, mampu menelan ego pribadi demi kebahagiaan bersama, dan mau belajar saling memuji, saling terbuka tentang hal-hal dan menerima kenyataan supaya bisa saling melayani pasanganmu dengan lebih baik lagi.” Kalimat tersebut ditulis oleh salah satu publik figure di akun media sosialnya.
Berangkat dari pernyataan tersebut, bahwa benar, menikah adalah keputusan yang panjang dan membutuhkan pertimbangan yang matang. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Muhammad Fauzil Adhim, bahwa dalam perjalanan menuju pernikahan tidak ada yang lebih penting untuk dipersiapkan melebihi iman dan ilmu.
Mengingat perjalanan pernikahan adalah sebuah ibadah yang panjang, maka sudah menjadi suatu keharusan untuk sampai dititik tersebut membutuhkan persiapan bekal yang cukup, sebab hal yang perlu kita sadari, khususnya bagi para jomblo yang masih sendiri, rumah tangga tidak hanya berisi tentang aktivitas bucin atau mesra-mesraan, melainkan membutuhkan kelihaian dan kecakapan kita untuk menghadapi tantangan juga masalah yang menerpa dalam ujian rumah tangga.
Setidaknya, kita perlu memastikan tiga hal sebelum pada akhirnya kita memutuskan untuk menikah. Pertama, persiapan mental. Persiapan ini menjadi salah satu fokus utama, ketika kita memutuskan untuk menikah maka perlu memastikan bahwa diri kita memiliki mental yang baik untuk menghadapi calon pasangan. Pastika bahwa kita bisa mengontrol diri sendiri, karena sebagaimana yang kita sepakati bahwa pernikahan bukanlah sebuah perkara yang sebentar, melainkan seumur hidup. Maka penting, persiapan mental untuk menghadapi segala kondisi yang akan terjadi dikemudian hari.
Kedua, kesungguhan niat. Sekali lagi, perlu dipahami bahwa menikah bukan berupa ajang kompetisi. Hanya karena banyak rekan yang sudah menikah, atau karena desakan tetangga yang julid dan suka ghibah, lantas hal itu mendorong kita untuk segera menikah. Alasannya, agak tidak lagi ditanya kapan nikah dan didesak untuk segera menikah, klasiknya membawa umur yang katanya sudah dibilang dewasa.
Dalam memutuskan untuk menikah, pernikahan harus dimulai dengan niat ibadah, hal ini agar ketika kita menjalaninya bisa dengan mudah dan mampu menghadapi setiap hambatan. Ketiga, kecukupan finansial. Dalam tulisan yang dimuat oleh Rahma id, Wahjiansah menerangkan bahwa finansial dipandang penting sebelum mengarungi rumah tangga. Kesiapan finansial dipandang cukup apabila telah matang juga mandiri secara ekonomi. Persoalan ekonomi setelah menikah tidak patut meyakini seutuhnya bahwa nantinya akan dikaruniai rejeki oleh Allah. Manusia pun harus berikhtiar (usaha dan doa) mencari rejeki, terlebih untuk membiayai kehidupan keluarga. Bila pengelolaan finansial telah baik, kemungkinan ekonomi keluarga akan berjalan maksimal.
Pernikahan adalah berbicara tentang tanggung jawab. Jadi, kemapanan finansial untuk menopang sandang, pangan dan papan seharusnya menjadi salah satu pertimbangan yang dipikirkan sebelum memutuskan untuk menikah.
Bersiaplah. Karena pernikahan adalah perjalanan seumur hidup yang harus dipersiapkan dengan matang. Ketika kita memang belum memenuhi kesiapan sesuai dengan standar agama dan standar dari masing-masing kriteria yang kita buat secara individual, maka lebih baik menikmati kesendirian terlebih dahulu.
Jangan hanya karena sering ditanya kapan menikah, atau karena sering menghadiri kondangan teman, atau dikelilingi oleh rekan yang sudah mulai menggendong anak lantas membuat kita tertarik untuk segera menikah tanpa mempertimbangkan hal-hal yang seharusnya kita persiapkan.
Penulis : Renci