BeritaDaerah

Prof Gonda Yumitro Kupas Dinamika Pekerja Migran dan Identitas dalam Era Globalisasi

1 Mins read

SEJUK.ID – Globalisasi menghadirkan tantangan dan peluang dalam pengelolaan keragaman identitas serta migrasi lintas negara. Fenomena ini memerlukan pendekatan multikulturalisme yang holistik untuk menjembatani perbedaan budaya dan mewujudkan harmoni sosial.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Prof. Gonda Yumitro pada (8/1) dalam kelas Multikulturalisme di Asia bertajuk “Living in the Global Era with Citizenship and Multiculturalism: Asian Shift between Globalization and Regionalism.” Kelas ini merupakan hasil kolaborasi Program Studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan Eurasia Foundation dalam rangkaian Eurasia Lecture Series.

“Mengutip Roland Robertson dari University of Aberdeen, globalisasi telah menciptakan kompresi dunia dan intensifikasi kesadaran global. Proses ini didorong oleh teknologi, ekonomi, serta berbagai faktor lain seperti kapitalisme global dan migrasi transnasional,” paparnya.

Taiwan menjadi contoh menarik dalam diskusi ini. Negara tersebut telah bertransformasi dari masyarakat yang relatif tertutup menjadi tujuan utama pekerja migran, termasuk dari Indonesia. “Peningkatan jumlah pekerja migran Muslim Indonesia di Taiwan mencerminkan hubungan saling menguntungkan antara kedua negara, meski masih ada tantangan dalam aspek bahasa dan potensi benturan identitas,” jelasnya.

Dalam pembahasan mengenai identitas, Gonda menekankan pentingnya pengenalan dan penghargaan terhadap perbedaan. “Penggunaan istilah seperti ‘pribumi’ dan ‘migran’ harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat menciptakan polarisasi sosial, khususnya bila dijadikan identitas politik,” ujarnya.

Terkait relativisme budaya, ia menggarisbawahi bahwa setiap masyarakat memiliki kode moral yang berbeda. Namun, perbedaan ini tidak menghapuskan kebutuhan akan nilai-nilai universal yang dapat menjembatani keberagaman.

“Multikulturalisme mengakui klaim universal terhadap budaya yang berbeda. Dunia perlu menerapkan prinsip kesetaraan di antara berbagai keyakinan, persepsi, dan perilaku masyarakat,” tutup Gonda sambil menekankan pentingnya membangun pemahaman lintas budaya. (*)