Sejuk.ID – Berbicara mengenai di balik kehebatan seorang kader militan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), maka bermulai dari awal perjalanan dalam proses pendidikan itu sendiri, maka dari itu tidak akan bisa lepas pembicaraan dari unsur Sistem, Pengelola (Instruktur), dan kader IMM.
Semuanya saling keterkaitan antara satu sama lain. Misalnya saja, ketika sistemnya buruk maka, akan berdampak pada proses jalannya perkaderan. Kalau kita kontekstualisasikan pada organisasi IMM, maka sudah tentu ada satu sistem resmi dari pusat yakni Sistem Perkaderan Ikatan (SPI). Hanya saja sifatnya masih general, jadi biasanya disetiap cabang dibuatlah Sistem Operasional Pengkaderan (SOP) dengan menyesuaikan kondisi kader atau lingkungannya.
Tetapi, penulis tidak akan fokus membahas perihal sistem, mungkin di lain kesempatan. Selanjutnya dengan seorang Instruktur juga akan sangat berpengaruh dalam kaderisasi karena peran-peran Instruktur dalam pendampingan dan pengarahan akan menentukan kader mau dibawa ke arah mana. Dan yang terakhir kader itu sendiri, bagaimana kondisi awal kader atau latar belakang setiap masing-masing kader. Dan pastinya mereka akan menentukan metode seperti apa yang tepat untuk melakukan sebuah kaderisasi.
Hal yang sangat istimewa dan kesempatan terbaik telah di rasakan para teman-teman peserta Pelatihan Instruktur Dasar (PID) dengan tema “Kristalisasi Perkaderan: Wujudkan Inklusifitas instruktur kreatif Dan Inovatif”. Pada saat moment akhir penutupan di Bangkalan pada tanggal 29 Desember 2022 malam 2 hari yang lalu, yakni kami merasakan atmosfer baru kesadaran kami di mana setelah massa pembelajaran ke-instrukturan 4 hari berturut-turut, yang bertempat di Kompleks Perguruan Muhammadiyah yakni di Sekolah Dasar (SD) 1 Muhammadiyah Kabupaten Bangkalan.
Selain rasa persaudaraan yang semakin melekat antar satu dengan yang lain, berangkat dari niat latar belakang mengikuti kegiatan PID yang unik bermacama-macam, kami merasa perlu banyak memahami dan belajar dari bimbingan kakak-kakak Immawan dan Immawati yang sudah terdahulu dalam menjalankan peran amanah dan tugas sebagai seorang instruktur kedepannya.
Mengenal Lebih Dekat Sosok Instruktur Dalam IMM
Mengutip dari Sistem Perkaderan Ikatan (SPI) tahun 2022 Instruktur berasal dari in-structure yang berarti mendesain, membina, mengasuh, membangun dan mendidik. Menurut KBBI, Instruktur adalah orang yang mengajar, melatih, membimbing. Instruktur IMM adalah kader IMM yang telah mengikuti perkaderan khusus dan memiliki komitmen untuk menjalankan tugas melakukan pembinaan ideologi kompetensi kader. Dalam mengikuti perkaderan khusus disyaratkan telah berproses selama dua tahun pada tingkat komisariat.
Instruktur perkaderan IMM bertugas dalam kegiatan perkaderan yang dilaksanakan pada setiap level kepemimpinan IMM yang dibentuk oleh pimpinan di atasnya dan menjadi sebuah tim yang bertanggung jawab dari pra-kegiatan hingga pasca kegiatan, sehingga tercapainua kompetensi yang di inginkan. Secara singkat, tugas instruktur dalam perkaderan IMM ialah mendeteksi dan menganalisis kebutuhan kegiatan, merekomendasikan diadakannya suatu program kegiatan, dan pengalaman belajar.
Kami yang berawal merasa memiliki ekspetasi yang cukup berat ketika menjadi sosok instruktur, dan ada beberapa yang berawal terpaksa, meihat hal ini menjadi kesadaran penuh bagi kami untuk semangat dan wajib untuk mempelajari setiap proses ketika sudah menjadi seorang Instruktur dan ini sudah menjadi tugas kami yang harus menjadi pembuktian dari sebuah progres sistem yang lebih baik dalam Perkaderan.
Mematahkan Stigma Negatif Terkait Instruktur dalam Sistem Perkaderan
Realita yang perlu penulis ungkapkan bahwa pemikiran-pemikiran yang seringkali dibangun hampir di setiap forum-forum diskusi atau obrolan santai di dalam lingkar kader. Bahwa yang penulis temui yakni bagaimana pemikiran negatif yang melekat pada diri Instruktur. Munculnya stigmatisasi yang cukup mengkhawatirkan di khalayak kader IMM ini di terima dalam berbagai wujud, seperti instruktur memiliki tanggung jawab yang cukup berat bahkan selama masih hidup, harus multitalenta, mendidik kader hingga tuntas secara ideologi dan memiliki kualitas, harus siap kapanpun ketika dibutuhkan, mendapatkan hujatan atau komentar ketika ada masalah perkaderan, misalnya saja kurang berhasilnya sebuah kaderisasi, sehingga mengakibatkan lepasnya para kader, dan lain sebagainya.
Tentu itu tidak salah, memang secara ideal instruktur harus bertugas sebagaimana mestinya sesuai dengan Sistem Perkaderan Ikatan (SPI), akan tetapi menjadi sosok instruktur yang ideal membutuhkan proses yang cukup panjang tentunya dengan pengalaman yang ada di lapangan yang perlu dilalui, tidak kemudian cukup sekedar mengikuti Pelatihan Instruktur Dasar (PID) sudah bisa menjadi Master dalam sebuah perkaderan.
Stigma yang sudah terbangun di setiap kader tersebut berdampak pada regenerasi Instruktur, terlihat bagaimana minimnya kader yang melanjutkan perkaderan khusus yakni pelatihan instruktur, kondisi yang jauh lebih buruk bahkan bisa menuju ke matinya perkaderan. Maka stigma ini perlu di hentikan, mulailah membangun hal- hal positif pada kader dengan memahami konteks kebutuhan dan karakter kader saat ini.
Pemahaman Karakter Melalui Psikologi Kader dan Creative Minority
Untuk membentuk sistem perkaderan yang baik maka perlu untuk memahami bagaiamana karakter dalam pemetaan perkembangan kader kedepan dan kemapuan creative minority, maka dalam pembelajaran kegiatan Pelatihan Instruktur Dasar (PID) kali ini, kami dapat memahami bekal yang perlu di persiapkan yakni memahami kondisi kader dengan pemahaman karakter, melalui berbagai pendekatan-pendekatan psikologis kader itu sendiri dalam memecahkan berbagai permasalahan dalam struktural perkaderan.
Kemampuan psikologi kader yang harus di fahami seorang Instruktur yakni kemapuan membaca, memahami masing-masing tipe kepribadian para kader, yakni dengan cara melalui berbagai pendekatan yang intens sesuai karakter para kader. Sehingga, kita dapat memetakan masing masing karakter kader kedepannya.
Seorang Instruktur dapat dengan bijak mengatasi segala permasalahan yang menjadi kendala masing-masing dalam kedepanya. Selain itu, kemampuan cretive minority sangat perlu di miliki untk para Instruktur, yakni Konsep creative minority pertama kali diperkenalkan oleh Arnold Toynbee, seorang sejarahwan terkenal berkebangsaan Inggris. Dalam bukunya “A Study of History“, Toynbee merumuskan sebuah teori kompleks mengenai kemunculan dan kejatuhan berbagai peradaban di dunia, yang kemudian dianggap sebagai salah satu pencapaian terhebat dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam teorinya tersebut, Toynbee mengemukakan bahwa lahirnya suatu peradaban tidak terlepas dari adanya tantangan-tantangan tertentu yang dihadapi suatu masyarakat atau society, sebagai cikal bakal peradaban dan respon masyarakat terhadap tantangan-tantangan tersebut.
Disini, dapat di implemntasikan bahwa peran Instruktur creative Minority ini adalah orang-orang yang sungguh-sungguh memiliki idealisme, jiwa kepemimpinan sejati, kemampuan, kemauan dan keberanian, untuk melawan arus pendapat dan perilaku umum yang kacau dan memperbaiki sistem perkaderan yang lebih baik dengan kemampuan berpikir kritisnya menciptakan calon kader militan sejati.
Urgensi Instruktur dalam Perkaderan Komisariat
Komisariat adalah wadah pertama kader mengenal IMM, ada yang tertarik karena organisasi yang religius dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Ada juga yang tertarik karena forum keilmuan atau pun gerakan-gerakan sosial masyarakatnya dan barangkali tertarik karena ada yang di impikan atau diharapkan dari masing-masing kader IMM. Bahwa setiap kader hadir dengan latar belakang yang berbeda-beda dan dengan karakter yang beragam pula seperti kader yang kalem, keras, celometan, suka nongkrong, hura-hura, bodoamat, anti sosial, apatis dan karakter-karakter yang lainnya.
Maka, realitas yang ada ini dibutuhkan metode yang tepat untuk melakukan proses kaderisasi sehingga kader dapat tetap diarahkan dan dimaksimalkan potensi yang dimilikinya untuk mencapai cita-cita di dalam Ikatan.
Tentu semua itu kita pelajari dalam materi ke-instrukturan, sama halnya seorang guru atau dosen mereka melalui proses Pendidikan S1 Profesi Pendidikan, misalnya untuk menjadi guru dan harus menempuh pendidikan S2 untuk menjadi dosen.
Memang, semua orang bisa melakukan pendidikan atau perkaderan dimana saja dan kapanpun, akan tetapi untuk mengarahkan agar sesuai yang diinginkannya, perlu dipelajari dalam sebuah forum pendidikan khusus atau berkelanjutan. Akan tetapi, pada intinnya siapapun bisa menjadi Instruktur tidak hanya kader yang sudah matang ber-IMM, karena lagi-lagi metode pendekatan kepada para kader IMM memerlukan sosok-sosok yang satu frekuensi, satu tujuan dan sepemikiran dengannya.
Maka, seorang Instruktur adalah kebutuhan bagi setiap komisariat untuk tetap dapat melangsungkan proses regenerasi. Memang, kalau kita bicara posisi Instruktur adalah dibawah naungan cabang akan tetapi jauh lebih efektif jika setiap komisariat terdapat kadernya yang menjadi seorang Instruktur. Karenanya, mereka yang lebih paham kondisi di komisariatnya, sehingga akan lebih mudah melakukan sebuah kaderisasi.
Kebutuhan Instruktur di setiap komisariat memang penting. Karena, nantinya terus melakukan pendampingan dan monitoring kader. Maka idealnya seorang Instruktur harus sebanding dengan jumlah kader di komisariat. Syukur semua Pimpinan sudah berproses di perkaderan khusus, maka akan lebih efektif nantinya baik perkaderan secara struktural malalui bidang maupun kultural.
Penulis berharap dengan mengikuti berjalanannya proses perkaderan, sehingga dapat terwujudnya sosok kader istimewa, berani mengambil peran amanah di jalan sunyi dalam menjalankan tugas sebagai seorang Instruktur di IMM dan mampu berproses dan berprogres demi terwujudnya kader militan Muhammadiyah.
Penulis : Ike Sunyahni (Ketua Bidang Immawati PK IMM Ibnu Khaldun, Universitas Trunojoyo Madura)