SEJUK.ID – Jalanan, simbol bagi mereka yang menjalani kehidupan keras di luar ruang domestik, kini menemukan makna baru. Melalui Munajat Jalanan, istilah ini tidak lagi sekadar merujuk pada mereka yang berada di tepi kehidupan, tetapi juga kepada para salik yang mencari cinta dan kesadaran Ilahi dalam perjalanan hidupnya.
Munajat Jalanan menjadi medium bagi mereka yang sering dianggap termarjinalkan—baik karena pakaian, gaya hidup, maupun stigma yang melekat. Namun, dalam pandangan mereka yang memahami kedalaman hati, tidak ada kasta dalam keberagamaan. Semua setara di Mata Tuhan.
Digagas oleh Kang M Rojib Izil Muttaqin (Gus Taqin), bersama Kyai M Irfan Mahmud dan Agus H. Abdulloh Murtadlo, Munajat Jalanan bertujuan memberikan ruang seluas-luasnya bagi mereka yang merasa terpinggirkan oleh anggapan sosial. Pesantren Al Gozali di Serambi Goza, Pakis, Tegal Pasangan, menjadi saksi bagaimana manusia belajar mengenali esensi diri, tidak hanya dari teks-teks suci tetapi juga dari praktik kehidupan yang penuh makna.
Di acara Munajat Jalanan #4 pada 1 Desember 2024, para peserta diajak untuk mendoakan sahabat jalanan yang telah mendahului, menghilangkan sekat-sekat sosial, dan menyatukan diri dalam cinta kepada Kanjeng Nabi Muhammad. Jalanan, yang sering dianggap kelam, justru menjadi ruang ekspresi kemanusiaan sekaligus ruang spiritual bagi para salik.
Cinta yang Tidak Berprasangka
Mengutip sepenggal lirik dari lagu Senyumanmu oleh Letto, “Ketulusan hati adalah abadi.” Munajat Jalanan mengingatkan bahwa kebahagiaan sejati terletak pada ketulusan hati, bukan pada simbol-simbol luar seperti pakaian atau atribut agama. Kehadiran Gus Kautsar dan Mas Sabrang (Noe Letto) menegaskan bahwa sahabat jalanan adalah bagian integral dari kehidupan sosial keagamaan, membawa harmoni dan keindahan dalam keberagaman.
Merayakan Kerinduan Bersama
Acara ini menjadi momentum untuk merayakan cinta dan kebersamaan. Tidak hanya tentang doa, tetapi juga tentang mengenang pertemuan, menjalin persaudaraan, dan menyebarkan rahmat bagi semesta. Cinta yang dirayakan dalam Munajat Jalanan bukanlah cinta yang dangkal, tetapi cinta yang mengakar pada ketulusan dan pengabdian.
“Besar harapan kami, keberkahan senantiasa menaungi kita semua. Karena tiada cinta yang tidak dirayakan, begitu juga Munajat Jalanan. Mari kita rayakan kegembiraan, kenang perjumpaan, dan jabat erat persaudaraan, menuju rahmatan lil ‘alamin,” ujar Gus Taqin menutup acara.
Munajat Jalanan adalah cerminan bahwa cinta dan spiritualitas dapat ditemukan di mana saja, termasuk di jalanan, tempat kita semua belajar menjadi manusia yang lebih baik. (*)