Muhammadiyah merupakan suatu pergerakan sosial keagamaan modern yang bertujuan untuk mengadaptasikan ajaran Islam dalam kehidupan modern umat Islam Indonesia. Muhammadiyah termasuk kelompok organisasi moderat, karna dalam perjuangannya lebih mementingkan pendekatan pendidikan dan transformasi budaya. Karakter moderat Muhammadiyah sebenarnya sudah muncul sejak didirikan organisasi ini oleh pendirinya, yaitu K.H. Ahmad Dahlan atas komitmennya terhadap sikap moderat dan toleransi beragama. Hal ini dibuktikan selama kepemimpinannya, K. H. Ahmad Dahlan secara aktif menjalin kerjasama harmonis dengan semua kelompok masyarakat, bahkan non muslim, disamping itu sikap moderat Muhammadiyah ditunjukkan ketika dalam proses perjuangannya semakin mempertimbangkan dimensi kultural dalam dakwahnya, sehingga lebih lentur tanpa harus kehilangan prinsip misi perjuangannya.
Muhammadiyah, misalnya, adalah suatu pergerakan social keagamaan modern yang bertujuan untuk mengadaptasikan ajaran–ajaran Islam yang murni ke dalam kehidupan dunia modern Indonesia. Dalam usaha mencapai tujuan tersebut, gerakan ini secara luas telah mendapatkan inspirasi dari ide–ide pembaruan Syaikh Muhammad Abduh, yang mengobarkan semangat pembaruan pembersihan Islam dari daki-daki sejarah yang selama ini dianggap bagian tak terpisahkan dari Islam (A. Shihab 1997, 303-304).
Dalam sejarah kolonialisme di Indonesia, Muhammadiyah dapat disebut moderat, karena lebih menggunakan pendekatan pendidikan dan transformasi budaya. Karakter gerakan Muhammadiyah terlihat sangat moderat, terlebih jika dibandingkan dengan gerakan Islam yang menggunakan kekerasan dalam perjuangan mengusir penjajah, sebagaimana ditunjukkan oleh gerakan-gerakan kelompok tarekat yang melakukan pemberontakan dengan kekerasan.
Karena itu, Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang senantiasa membangun dialog di kalangan inter dan inter masyarakat umat beragama dengan tujuan membendung aksi-aksi kekerasan yang menimbulkan radikalis terorisme. Maka, Muhammadiyah terus berupaya membangun dialog, memberi pemahaman keagamaan yang moderat dan cinta damai, juga advokasi setiap korban yang rentan kasus-kasus radikalis terorisme ini.
Sikap moderasi Muhammadiyah sebenarnya sejak awal telah dibangun oleh pendiri organisasi ini, yaitu K.H. Ahmad Dahlan. Dikatakan, salah satu pelajaran yang paling penting dari kepemimpinan Ahmad Dahlan adalah komitmen kuatnya kepada sikap moderat dan toleransi beragama. Selama kepemimpinannya dapat terlihat adanya kerja sama kreatif dan harmonis dengan hampir semua kelompok masyarakat. Bahkan, dengan rekan Kristennya, beliau mampu mengilhami rasa hormat dan kekaguman.
Contoh yang paling menarik dari kemampuan K.H. Ahmad Dahlan adalah mengikat persahabatan erat dengan banyak pemuka agama Kristen. Kenyataan bahwa beliau dikenal sebagai orang yang toleran terhadap kaum misionaris Kristen akan tetapi tidak berarti lantas beliau mengkompromikan prinsip-prinsipnya. Dia adalah seorang praktisi dialog antar-agama yang sejati, dalam pengertian dia mendengar apa yang dikatakan dan memerhatikan apa yang tersirat di balik kata yang diucapkan (A. Shihab 1997, 311-312). Dalam perkembangan lebih lanjut, Syafi’i mencatat, bahwa: “Gerakan modernis itu, terutama Muhammadiyah semakin mempertimbangkan dimensi kultural dalam gerak dakwahnya sehingga terasa menjadi lebih lentur tanpa kehilangan prinsip dan misi utamanya. Persis dan Al-Irsyad tetap bertahan, tetapi tidak pernah mengikuti mitranya Muhammadiyah yang terus berekspansi” (Ma’arif 2009, 62).
Karakter Moderat Muhammadiyah
Karakter moderat Muhammadiyah bisa dilihat dari berkembangnya Muhammadiyah di tengah masyarakat Jawa yang kental dengan tradisi heterodoks. Muhammadiyah mampu bernegosiasi dengan kultur masyarakat Jawa, bahkan di wilayah pedesaan, dengan baik. ”Islam Murni” ala Muhammadiyah di daerah pedesaan bisa bertahan setelah melakukan berbagai ”modifikasi” dan ”adaptasi” dengan realitas sosial politik setempat. Masyarakat petani menerima Islam murni setelah disesuaikan dengan pola hidup petani. Sebaliknya, pihak Islam murni melalui peran elite di tingkat lokal melakukan modifikasi (pelonggaran) untuk memperoleh massa yang lebih banyak. Ahmad Najib Burhani menilai bahwa karakter keislaman Muhammadiyah adalah moderat pragmatis. Muhammadiyah itu moderat dalam praktik sekalipun konservatif dalam keyakinan. Atau dalam bahasa Mu’ti, Muhammadiyah itu “Puritan yang Pluralis”.
Secara teologis, Muhammadiyah itu puritanis dan berkomitmen menegakkan akidah Islam yang murni, Tauhid yang jauh dari kemusyrikan. Sekalipun demikian, Muhammadiyah memiliki sikap pluralis yang jelas. Sikap pluralis di dalam Muhammadiyah memiliki tiga landasan. Pertama, dalam bidang keagamaan Muhammadiyah tidak terikat kepada salah satu mazhab. Kedua, Muhammadiyah meyakini paham relativisme pemikiran di mana kebenaran suatu pemikiran atau hasil ijtihad bersifat subyektif-relatif dan terbuka untuk dikaji ulang. Ketiga, dalam bidang muamalah-duniawiyah (sosial-kemasyarakatan) Muhammadiyah memiliki prinsip terbuka untuk belajar dari berbagai sumber. Dengan demikian, Muhammadiyah selalu memainkan peranan kunci dalam mengembangkan kehidupan keislaman yang moderat di Indonesia. Sejak dari awal, kedua organisasi ini telah dikembangkan dalam kerangka moderatisme Islam yang jauh dari nilai-nilai kekerasan.
Sikap Moderat Perspektif Muhammadiyah
Konsep Islam moderat Muhammadiyah (wasathiyah) merujuk pada makna ummatan wasathan (QS al-Baqarah [2]: 143). Kata wasath dalam ayat tersebut berarti khiyâr (terbaik, paling sempurna) dan ‘âdil (adil). Dengan demikian, makna ungkapan ummatan wasathan berarti umat terbaik dan adil, tentu dalam koridor yang luas pemaknaannya. Dalam praktiknya, Islam moderat pilihan Muhammadiyah, selalu mencari jalan tengah dalam menyelesaikan persoalan. “Perbedaan” dalam bentuk apa pun dengan sesama umat beragama diselesaikan lewat kompromi yang menjunjung tinggi toleransi dan keadilan sehingga dapat diterima oleh kedua belah pihak. Melalui cara itu pula, masalah yang dihadapi dapat dipecahkan tanpa jalan kekerasan.
Muhammadiyah sejak awal kemunculannya ingin menawarkan model berislam secara moderat sebagai pilihan. Dan gagasan dan praktik beliau tentang moderatisme Islam juga dinilai paling kondusif di masa kini. karena itu, ada beberapa ciri yang membentuk sikap moderat Muhammadiyah.
Pertama, Islam moderat yang dipilih Muhammadiyah harus berangkat dari keyakinan bahwa Islam adalah agama moderat. Islam merupakan moderasi atau antitesis dari ekstrimitas agama sebelumnya, di mana ada Yahudi yang sangat “membumi” dan Nasrani yang terlalu “melangit”. Islam merupakan jalan tengah dari dua versi ekstrim di atas dan memadukan “kehidupan bumi” dan “kehidupan langit”. Itulah makna dari ummatan wasathan (umat pertengahan, pilihan dan adil).
Kedua, moderasi Islam yang dipilih Muhammadiyah di atas harus ditindaklanjuti dalam memahami dan menjalankan Islam dengan menjauhi sikap ‘tatharruf’ (ekstrim). Moderasi dalam Islam bermain di antara dua kutub ekstrim, yaitu overtekstualis dan overrasionalis.
Ketiga, Konsep Islam moderat pilihan Muhammadiyah bukan berarti sikap yang tidak berpihak kepada kebenaran serta tidak memiliki pendirian untuk menentukan mana yang haq dan bathil. Warga Muhammadiyah sebagai muslim moderat juga bukan orang munafik yang selalu cari aman, “plin-plan” dan memilih-milih ajaran Islam sesuai dengan kepentingannya. Muslim moderat berkeyakinan bahwa totalitas Islam merupakan agama yang selalu modern, tidak bermusuhan dengan dinamika dunia dan umat beragama lainnya. (lihat pengertian “umurud-dunia” pada kitab masailul al-homsah).
Oleh karena itu moderasi/Wasathiyah dalam pandangan Muhammadiyah setidaknya memiliki ciri tiga hal, yaitu pertama beriman dan beribadah dimaknai secara mendalam, seimbang, dan luas tidak hanya menekankan kulit luar serta tidak merendahkan orang lain. Kedua, dalam akhlak tidak hanya mengikuti sunnah Rasulullah secara atributif atau simbolik tetapi harus melahirkan ajaran hasanah. Ketiga, dalam Muamalah, progresif dan dinamis. Selain prinsip tawasuth, Muhammadiyah juga memiliki prinsip tawazun (seimbang) dan ta’adul (adil), sehingga Islam dapat diterapkan secara aktual dan fungsional.
Moderasi dalam Perspektif Tokoh Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam moderat jelas menentang radikalisme dan ekstremisme dalam beragama. Para tokoh Muhammadiyah terus menyuarakan Islam yang rahmatan lil-a’lamin.
Buya Ahmad Syafii Maarif adalah tokoh Muhammadiyah yang terus menyuarakan moderatisme Islam di Indonesia. Pandangan Syafii Maarif tentang moderatisme Islam adalah bagaimana memberikan tafisir ulang terhadap teks-teks agama Islam, yang mana tujuannya adalah agar umat Islam mempunyai sikap toleransi terhadap umat beragama yang lainnya di Indonesia yang terdiri dari masyarakat yang majemuk. Upaya yang dilakukan syafii Maarif untuk memajukan paham moderatisme Islam terlihat dari aktifnya aktivitas beliau di berbagai forum umat beragama dan lintas iman dan juga lewat tulisan-tulisan beliau tentang moderasi Islam.
Juga, Din Syamsudin Tokoh Muhammadiyah dan mantan ketua umum PP Muhammadiyah merumuskan moderasi beragama dalam Islam yaitu dengan I’tidal (tegas dan lurus), tawazun (keseimbangan), tasamuh (toleran), syura (musyawarah, demokratis, non individual), ishlah (pembaruan), qudwah (pelopor dan perintis), dan muwathanah (kewarnegaraan). Beliau selalu mempromosikan karakter moderasi islam dalam berbagai forum lintas agama dunia, dan dalam forum diskusi inter umat agama islam.
Selain itu, Haedar Nashir Ketua Umum PP Muhammadiyah menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak setuju dan tidak memberi ruang bagi akan ideology, pemikiran dan sikap yang bertentangan dengan ideology pancasila. Sejak berdirinya Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang modern, noderat, reformis, bersifat pembaruan. Maka dari itu Muhammadiyah terus melakukan upaya pembaruan dan modernisasi di bidang pemahaman dan pembinaan keagamaan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain yang berbasis terhadap Islam yang berkemajuan.
Penutup
Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia mengambil sikap atas perkembangan Islam yang ada di Indonesia. Sikap muhammadiyah adalah mengambil jalan tengah diantara pemikiran yang disebutkan sebelumnya yaitu berlebihan dalam menjalankan agama Islam (radikalisme dan ekstremisme Islam) dan juga liberalisme dalam Islam. Jalan tengah yang diambil oleh Muhammadiyah ini dikenal sebagai Islam moderat.
Muhammadiyah adalah organisasi keIslaman yang mengusung Islam moderat artinya muhammadiyah bukan Islam yang radikal atau konservativ dan menjalankan agama secara berlebihan dan memahami ayat-ayat Quran dan As-Sunnah secara tekstual saja. Selain itu arti dari moderatisme muhammadiyah adalah juga bukan Islam liberal yang mendahulukan akal pikiran manusia dari pada dalil dari Quran dan As-Sunnah, akan tetapi muhammadiyah menggunakan akal secara proporsional.
Perwujudan dari moderatisme Islam muhammadiyah terletak pada bidang pendidikan Muhammadiyah, memberikan pemahaman konsep dasar keagamaan yang dapat membendung radikalis terorisme. Dengan kata lain, Muhammadiyah seharusnya mampu memerankan pola gerakan moderasi Islam yang berbasis pendidikan. Muhammadiyah harus terus berupaya meningkatkan peranannya dalam membina dan menemani masyarakat Indonesia ke arah yang lebih baik.
Selain itu, pemikiran moderat Muhammadiyah ini, terdapat pada produk pemikiran fiqh Majelis Tarjih. Salah satu produk pemikiran terbaru Majelis Tarjih adalah “Risalah Akhlak Filosofis.” Dari hasil naskah ini, maka Muhammadiyah telah menunjukkan moderasi pada ranah pemikiran. Moderasi dalam arti keseimbangan dapat dilihat melalui penjelasan dalam Risalah tersebut yang menekankan pentingnya menempatkan peran dalam berbagai konteks, misalnya tentang keseimbangan tanggung jawab sebagai pribadi, sebagai hamba Allah, sebagai anggota keluarga, dan seterusnya, merupakan bukti keseimbangan itu.