SEJUK.ID – Kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Korea Selatan saat ini semakin berkembang di berbagai sektor. Tidak hanya dalam cakupan makro melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU), tetapi juga pada skala mikro, seperti di sektor kuliner, cendera mata, dan produk kosmetik. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan ekonomi antara kedua negara semakin erat.
Hal tersebut disampaikan oleh Havidz Ageng Prakoso, M.A., dalam kelas Kajian Kawasan bertajuk “Economic Cooperations of Indonesia and Korea”, Maret lalu. Kelas ini merupakan inisiatif kerja sama Program Studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan Strategic Research Institute (SRI) for Korean Studies dari University of Auckland yang turut didukung oleh Kementerian Pendidikan Republik Korea.
“Salah satu sektor yang menjadi fokus utama dalam kerja sama ini adalah energi terbarukan. Korea Selatan berinvestasi dalam proyek-proyek energi hijau di Indonesia, termasuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya dan angin. Tujuan dari kolaborasi ini adalah mendukung target Indonesia dalam transisi energi menuju sumber daya yang lebih berkelanjutan,” tutur Ageng.
Di sektor otomotif, merek besar asal Korea seperti KIA dan Hyundai telah memperluas bisnisnya di Indonesia. Hyundai, misalnya, telah membangun pabrik perakitan di Indonesia dan turut serta dalam pengembangan kendaraan listrik di pasar dalam negeri. Kolaborasi ini juga membuka peluang kerja dan transfer teknologi bagi tenaga kerja lokal.
Kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Korea Selatan dapat dikategorikan ke dalam lima pilar utama. Pertama, peningkatan volume perdagangan antara kedua negara dengan berbagai komoditas ekspor dan impor. Kedua, investasi dari Korea ke Indonesia dalam sektor manufaktur dan infrastruktur. Ketiga, kemitraan industri antara perusahaan besar dari kedua negara. Keempat, transfer teknologi dan inovasi dalam bidang industri digital dan manufaktur. Kelima, kerja sama strategis dalam berbagai bidang yang mendukung pertumbuhan ekonomi kedua negara.
Data menunjukkan adanya peningkatan ekspor Indonesia ke Korea Selatan dalam satu dekade terakhir. Berdasarkan data belanja daring, Indonesia menjadi salah satu negara tujuan utama ekspor Korea, terutama dalam produk seperti mi instan, gula, dan merek ponsel asal Korea.
Ageng juga memaparkan bahwa terdapat beberapa perusahaan besar Korea yang telah menjalin joint venture dengan perusahaan lokal di Indonesia. “Perusahaan seperti Hyundai, LG, Komipo, Daewoong, CJ, Lotte, dan Samsung telah berinvestasi dan membangun fasilitas produksi di Indonesia. Ini menunjukkan kepercayaan perusahaan Korea terhadap potensi pasar dan sumber daya di Indonesia,” imbuhnya.
Selain di bidang ekonomi, hubungan Indonesia dan Korea juga diperkuat dengan kerja sama sister city antara beberapa kota di Indonesia dan kota-kota di Korea Selatan. Beberapa contoh sister city yang telah terjalin adalah antara Bandung, Surabaya, Subang, dan Yogyakarta dengan kota-kota di Korea. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pertukaran budaya, pendidikan, serta kerja sama di bidang ekonomi dan teknologi.
Daya tarik Indonesia bagi investor Korea Selatan didasarkan pada tiga faktor utama, yaitu sumber daya manusia yang melimpah dan berpotensi untuk dikembangkan, stabilitas ekonomi dan kebijakan investasi yang mendukung, serta ketersediaan sumber daya alam yang menunjang berbagai sektor industri.
Perkembangan kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Korea Selatan telah menunjukkan transformasi signifikan yang bermanfaat bagi kedua negara. Dari sektor energi terbarukan hingga otomotif, dan dari perdagangan hingga investasi strategis, hubungan bilateral ini telah membentuk fondasi yang kokoh untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Dengan dukungan program sister city dan pertukaran budaya, Indonesia dan Korea Selatan tidak hanya menjalin hubungan ekonomi, melainkan juga membangun ikatan yang lebih dalam di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Keberhasilan kerja sama ini menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi internasional yang saling menguntungkan dapat mempercepat pembangunan dan mendorong inovasi.
“Ke depannya, dengan terus memanfaatkan keunggulan komparatif masing-masing negara, hubungan bilateral ini diprediksi akan semakin berkembang dan membuka lebih banyak peluang kerja sama yang strategis dan berkelanjutan. Dari yang semula kolaborasi diplomatik, menjadi celah potensial sebagai ladang investasi,” pungkas Ageng. (*)