Opini

Degradasi Moral di Dunia Pendidikan

3 Mins read

Sejuk.IDDi zaman sekarang tidak bisa dipungkiri kenalan remaja meningkat drastis, seperti kasus pembunuhan, pelecehan seksual, bullying, korupsi, perampokan, dan tawuran antar pelajar. Memang di dalam sebuah kehidupan pasti ada problematika dan setiap orang berbeda-beda cara melapiaskannya. Di zaman dahulu pun kasus seperti itu sebenarnya juga ada, namun penyebarannya tidak secepat sekarang. Tingkat kenakalannya pun juga meningkat sangat drastis jika dibandingkan dengan zaman sekarang, hal itu disebabkan karena perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) berkembang amat pesat. Apalagi tayangan televisi zaman sekarang yang harus dipertanyakan kemanfaatannya. Sinetron salah satunya, dengan adegan yang tidak senonohnya banyak ditampilkan. Tantangannya pun beragam, bertema romansa, adegan 18+, dan kriminalital itu telah menjadi idola dikalangan remaja dan yang lebih bahaya jadi tontonan anak-anak.

Memang beda anak zaman sekarang dan dahulu, anak zaman dahulu lebih sering berinteraksi atau bermain diluar rumah, kalau pun nonton televisi biasanya kartun atau yang bermanfaat seperti jejak si Bolang dan laptop si Unyil. Tontonan seperti itu yang bisa menambah wawasan dan pengetahuan, bukan seperti zaman sekarang yang banyak tidak mengandung manfaat bagi penontonnya. Di dunia Pendidikan, sering kita lihat dan mendengar berita-berita di televisi maupun di media internet lainnya, tentang lunturnya nilai tata krama dan kesopanan siswa terhadap gurunya itu telah menjadi pertanyaa penting saat ini. Padahal guru seorang figur yang harus kita patuhi dan dan hargai. Dalam filosofi Jawa pun guru mempunyai makna “digugu lan ditiru”, Yang artinya bahwa perkataan maupun tingkah lakunya bisa dijadikan panutan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Namun banyak kita jumpai siswa kehilangan etikan dan sopan santunnya. Contohnya, melawan atau membantah gurunya saat mengajar maupun diberi nasihat. Semboyan Tut Wuri Handayani pun sekarang seolah hanya omongan semata. Generasi muda tentunya memiliki peranan sangat penting karena menjadi tombak kemajuan dan pembangunan bangsa. Dengan kreativitas yang tinggi, fisik yang kuat, serta pengetahuan yang inovatif bisa menjadi tombak yang ampuh bagi bangsa. Karena maju tidaknya suatu negara bisa dilihat dari kualitas pemudanya. Tanpa adanya pemuda yang kompeten, negara akan mengalami kesulitan dalam hal kemajuan, perubahan, pembangunan, dan identitas bangsa akan memudar dengan sendirinya. Seperti kita tahu semua, peranan pemuda sangat penting dalam upaya mencapai kemerdekaan Indonesia yang menjadi titik awal dari peran pemuda sebagai penerus bangsa.

Namun pada kondisi saat ini, kenyataannya banyak generasi muda atau remaja yang bersikap tidak bermoral dan tentunya jauh dari harapan para pendiri bangsa ini. Atas masalah-masalah tersebut, salah satu penyebab utama degradasi moral adalah kurangnnya pendidikan akhlak dan pengetahuan agama pada anak-anak dan remaja. Karena banyak dari orang tua zaman sekarang lebih mementingkan Pendidikan akademik, karena menurutnya dengan itu anaknya bisa menjuarai dalam bidang akademik. Padahal Pendidikan paling penting yang pertama adalah pendidikan akhlak baru Pendidikan lainnya, seperti kata ulama’ zaman dahulu adab lebih utama sebelum ilmu.

Ada salah satu ulama besar dan salah satu seorang ahli tasawuf yang sangat mahir dalam bidang keagamaan yang menyampaikan persoalan Pendidikan akhlak yaitu Imam Al-Ghazali. Sudah banyak buku-buku tentang keagamaan dan filsafat yang telah dibuat beliau, salah satu buku yang terkenal yang membahas tentang pendidikan akhlak adalah Ihya Ulumuddin. Dalam buku itu banyak membahas tentang ilmu-ilmu agama dan pendidikan akhlak, buku ini sangat cocok untuk dijadikan sebagai panduan kepada para pendidik maupun orang tua dan masyarakat dalam memberiakan pengajaran pendidikan akhlak dan ilmu-ilmu agama yang sangat efektif mengatasi degradasi moral di zaman sekarang.

Pendidikan akhlak yang dikatakan beliau berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits, yang mana itu adalah wahyu dari Allah bagian dari ajaran islam dan perilaku-perilaku yang diwariskan Rasulullah SAW agar manusia bisa menjadi manusia yang seutuhnya. Konsep pendidikan akhlak telah melengkapi dari ajaran yang telah disampaikan Nabi.

Rasulullah SAW juga pernah berkata bahwa, tiada manusia yang paling sempurna maupun paling baik kecuali manusia yang memiliki akhlak yang mulia dan tujuan akhir. Pendidikan bukan hanya untuk mencapai kesempunaan dunia akan tetapi akhirat juga. Al-Ghazalli menyatakan bahwa, manusia memiliki bermacam-macam akhlak, yaitu: pertama, sifat ketuhanan yaitu seperti sombong, suka membanggakan diri, dan lainnya. Kedua, sifat syaitoniyah yaitu sifat yang menimbulkan sifat dzalim dan dengki. Ketiga, sifat kebinatangan yaitu seperti sifat rakus, yang seperti hewan yang memenuhi kemauan laparnya. Keempat, sifat kebinatangan buasan yaitu sifat egois, dengki, dan lainnya. Dari perkataan Al-Ghazalli diatas dapat disimpulkan bahwa manusia itu awal mula sebenarnya fitrahnya baik, akan tetapi beberapa manusia itu sendiri yang membuat akhlaknya tidak baik dan menimbulkan perbuatan-perbuatan yang tidak baik pula.

Al-Ghazalli juga memberikan metode pembentukan akhlak yaitu: Pertama, Takhalli yaitu langkah pertama yang diambil seseorang usaha untuk menjauhkan diri dari perilaku akhlak tercela. Kedua, Tahalli usaha mengisi atau menghiasi diri dengan membiasakan diri berperilaku dan berakhlak terpuji. Terakhir, Tajalli yaitu menyempurnakan dan pemantapan dari fase sebelumnnya.

Tentunya dari semua pernyataan-pernyataan diatas, konsep pendidikan akhlak di zaman sekarang cukup relevan untuk menjadi solusi degradasi moral di dunia pendidikan. Dan bisa menjadikan manusia yang sebaik-baiknya berlandaskan pada Al-Quran dan Hadist.

Penulis : Azka Wafi Alfariz (Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang)

767 posts

About author
Pemuda yang senang belajar dan berbagi dengan sesama.
Articles
    Related posts
    OpiniPolitik

    Waspada “Kelompok Agamis” : Menggembosi Aksi Mengawal Demokrasi

    4 Mins read
    Opini

    Literasi di Era Scrolling: Menemukan Makna di Tengah Informasi

    4 Mins read
    OpiniPolitik

    Senja Demokrasi Dinasti Jokowi

    5 Mins read

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *