SEJUK.ID – Menindaklanjuti hasil rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) tentang pemberdayaan masyarakat (community development), Lazismu menggelar Workshop Panduan, Pelatihan, Logical Framework Approach (LFA), dan Asesmen Program Kampung Berkemajuan Inovasi Sosial Berbasis. Acara ini berlangsung dari tanggal 25 Juli hingga 2 Agustus 2024 di Jakarta.
Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan Lazismu dari berbagai wilayah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Lampung. Ketua Badan Pengurus Lazismu, Ahmad Imam Mujadid Rais, dalam sambutannya menyampaikan bahwa program ini juga merujuk pada pesan yang disampaikan oleh Ketua Umum Muhammadiyah dalam pengkajian Ramadan tahun ini tentang dakwah kultural. “Sudah banyak capaian yang diperoleh Muhammadiyah dari Amal Usaha Muhammadiyah (AUM)-nya, hanya saja ada satu kerisauan yaitu jejak pemberdayaan yang bisa dijadikan contoh,” katanya.
Meskipun Muhammadiyah telah mencapai banyak hal, ia mengingatkan bahwa masih ada hasil penelitian yang menunjukkan penurunan jumlah anggota persyarikatan. “Apapun hasilnya dari yang mengkritik, ini merupakan suatu otokritik bagi kita,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa penting untuk mempertimbangkan apakah selama ini fokus hanya pada satu aspek saja atau berusaha memperluas jangkauan dakwah yang sudah ada. Ia menegaskan bahwa meskipun ada beberapa persoalan yang dihadapi sejauh ini, semua itu adalah kenyataan yang harus dicari solusinya.
Sebagai contoh, di Aceh, khususnya di Bireun, Muhammadiyah tidak merasa sebagai ormas besar di sana. Namun, ada salah seorang pimpinannya yang mendatangi komunitas masyarakat setempat dengan pendekatan inklusif. “Karena orang asli Aceh, ia sangat menghormati kearifan lokal masyarakat setempat dan dakwah berbasis masjidnya masih bisa diterima kalangan masyarakat. Ini suatu hal yang menarik,” tuturnya.
Belajar dari realitas yang ada, ia menyatakan bahwa kita melihat seolah ada capaian yang positif, tapi di sisi lain ada yang tertinggal. Oleh karena itu, pada pengajian Ramadan yang lalu salah satu kajiannya adalah soal perluasan basis wilayah.
“Lazismu berangkat dari kajian itu bagaimana merangkul sesama dengan pendekatan dakwah inklusif. Menghadapi komunitas tertentu tidak cukup dengan pendekatan amar ma’ruf nahi munkar. Bahkan amar ma’ruf nahi munkar bisa dimaknai secara lebih luas,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa mendampingi masyarakat memerlukan usaha keras dan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. “Kita perlu kolaborasi dan sinergi sehingga ketika ada orang bertanya di mana contoh pemberdayaan masyarakat di Muhammadiyah, kita bisa jawab dengan adanya kampung berkemajuan sebagai satu contohnya,” lanjutnya.
Selama ini, ketika ditanya soal pemberdayaan di masyarakat, kita hanya mengarahkan mereka ke sekolah atau kampus. “Padahal, kita menginginkan ada sesuatu yang berkelanjutan, sehingga dari Muhammadiyah bisa dilihat ada sesuatu yang bernilai. Mudah-mudahan langkah kecil kita untuk sembilan hari ke depan bisa bermanfaat,” terangnya.
Ia juga menekankan pentingnya analisa sosial yang bisa dijadikan cara pandang. Semua aktor perlu dilibatkan dalam menempatkan kampung berkemajuan. Lazismu perlu melihat lokalitas yang akan menjadi agenda pemberdayaan, sehingga tidak lepas dan selalu berkelanjutan berdasarkan kebutuhan lokal di masyarakat setempat. “Semoga dengan ikhtiar ini, Lazismu dapat berkontribusi bagi persyarikatan dan umat,” tutupnya. (*)