SEJUK.ID – Aula Pondok Pesantren (Ponpes) Al Fatah Temboro, Karas, Magetan menjadi saksi digelarnya Seminar Sinau Literasi bertajuk “Keajaiban Tulisan, Pesantren Sebagai Ibu Literasi.” Kegiatan ini bertujuan menumbuhkan ekosistem literasi, khususnya di Jawa Timur. Acara ini merupakan hasil kolaborasi antara Iqro Semesta, PD Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Jawa Timur, dan PT Enam Kubuku Indonesia sebagai inisiator utama pada Sabtu (1/2/2025).
Ustadz Yusuf selaku penanggung jawab acara sekaligus moderator seminar mengungkapkan bahwa kegiatan ini juga menjadi momentum peluncuran perdana Perpustakaan Digital Ponpes Al Fatah Temboro. “Alhamdulillah, meski persiapan cukup singkat, berkat keseriusan panitia, dukungan langsung dari para kiai, serta keterlibatan 12 perpustakaan di masing-masing halaqah, acara ini dapat terlaksana dengan baik,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Ustadz Syukron selaku Kepala Madrasah Putri menyampaikan tiga syarat utama yang harus dimiliki oleh para santri: gemar membaca, mampu menulis, dan mengajarkan ilmu tersebut kepada yang belum tahu. “Kehadiran dua narasumber ahli di bidang literasi ini adalah kesempatan emas bagi para santri. Manfaatkan momentum ini untuk belajar dan memperluas wawasan,” pesannya.
Seminar ini menghadirkan dua pembicara utama. Bambang Prakoso, Ketua PD GPMB Jawa Timur, dalam paparannya menegaskan bahwa pesantren adalah “ibu literasi.” Ia mencontohkan bagaimana para ilmuwan Muslim seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd menghasilkan karya-karya monumental yang hingga kini masih menjadi rujukan di seluruh dunia. “Dalam diksi guru kami, pesantren itu adalah rahimnya literasi. Dari sinilah lahir cendekiawan besar yang mengubah peradaban dunia,” ungkapnya.
Sementara itu, Aditya Akbar Hakim, penulis lintas negara sekaligus Sekjen Iqro Semesta, berbicara tentang keajaiban tulisan yang mampu menghadirkan makna mendalam dalam kehidupan. “Tulisan adalah warisan abadi. Dengan ketekunan dan fokus, para santri bisa melahirkan karya monumental. Saya yakin, dari Ponpes Al Fatah Temboro akan lahir penulis-penulis hebat, bahkan setara dengan Ahmad Fuadi,” tuturnya penuh optimisme.
Kegiatan ini tidak berhenti pada seminar semata. Akan ada tindak lanjut berupa pelatihan khusus bagi para pengelola perpustakaan di setiap halaqah yang direncanakan dalam waktu dekat. Antusiasme lebih dari 200 santri yang hadir menjadi bukti bahwa pesantren bukan hanya menjadi tempat belajar agama, tetapi juga pusat pengembangan budaya literasi. Para santri diharapkan tumbuh sebagai pribadi yang kuat secara mental dan kokoh secara spiritual, sekaligus menjadi penjaga estafet tradisi literasi di masa depan. (*)