Islam dan Kristen adalah dua agama besar di dunia yang memiliki pandangan mendalam tentang Yesus Kristus atau yang dikenal sebagai Nabi Isa dalam Islam. Sosok ini memiliki peran penting dalam kedua agama, tetapi perbedaan teologis mengenai status, misi, dan peran akhirnya menghasilkan pandangan yang unik dan khas di masing-masing tradisi. Dilansir dari laman notjesuscalling, artikel Sarah Young dan Buku Jesus Calling mengulas secara rinci perbedaan pemahaman tentang Yesus menurut Islam dan Kristen.
Status Keilahian
Salah satu perbedaan mendasar adalah pandangan mengenai status Yesus atau Nabi Isa. Dalam Islam, Isa adalah seorang manusia yang diutus sebagai nabi untuk menyampaikan risalah Allah kepada umatnya. Ia tidak dianggap sebagai Tuhan atau Anak Tuhan. Al-Qur’an menegaskan bahwa Isa adalah utusan Allah yang memiliki kedudukan tinggi, namun tetap seorang hamba-Nya. Dalam surah Al-Maidah ayat 75 disebutkan bahwa Isa adalah seorang rasul, sama seperti nabi-nabi lainnya yang mendahuluinya. Islam mengajarkan bahwa kepercayaan terhadap keesaan Allah (tauhid) tidak membenarkan pengangkatan manusia sebagai Tuhan.
Sebaliknya, dalam pandangan Kristen, Yesus adalah Tuhan yang menjelma menjadi manusia. Dalam Injil Yohanes 1:14, Yesus disebut sebagai “Firman yang menjadi daging.” Yesus dianggap sebagai bagian dari Tritunggal Mahakudus (Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus). Doktrin Kristen menyatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah, memiliki kodrat ilahi dan manusiawi sekaligus. Status keilahian-Nya inilah yang menjadi dasar iman Kristen.
Kelahiran Yesus atau Nabi Isa
Kedua agama sepakat bahwa kelahiran Yesus atau Nabi Isa merupakan peristiwa yang luar biasa. Dalam Islam, Nabi Isa lahir secara mukjizat dari Maryam (Maria), seorang perawan suci. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an, surah Maryam ayat 16-34, yang menggambarkan kisah kelahiran Isa melalui firman Allah, “Kun fayakun” (Jadilah, maka jadilah). Namun, Islam menegaskan bahwa kelahiran tanpa ayah ini tidak berarti Isa memiliki sifat keilahian, melainkan menunjukkan kekuasaan Allah yang menciptakan manusia tanpa batasan, sebagaimana Adam diciptakan tanpa ayah dan ibu.
Dalam Kristen, kelahiran Yesus juga dipercaya terjadi melalui kuasa Roh Kudus, dan Maria tetap perawan. Peristiwa ini menjadi tanda keilahian Yesus sebagai Anak Allah. Injil Matius 1:18-25 menceritakan bagaimana malaikat memberitahukan Maria bahwa ia akan mengandung seorang anak yang akan disebut “Imanuel” yang berarti “Allah menyertai kita.” Perawan Maria dalam tradisi Kristen dianggap sebagai sosok istimewa karena dipilih untuk melahirkan Juruselamat dunia.
Misi di Dunia
Misi Yesus dan Nabi Isa di dunia juga menjadi perbedaan yang signifikan. Dalam Islam, Nabi Isa diutus untuk menyampaikan risalah kepada Bani Israil. Ia mengajarkan tauhid dan menyerukan umatnya untuk kembali ke jalan Allah. Nabi Isa diberi berbagai mukjizat oleh Allah, seperti menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, dan berbicara sejak dalam buaian untuk menegaskan kebenaran misinya. Namun, Islam menyatakan bahwa ajaran Nabi Isa disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW, sebagai nabi terakhir dan penutup para nabi.
Dalam Kristen, misi Yesus jauh melampaui ajaran moral dan keagamaan. Yesus datang untuk menebus dosa umat manusia melalui kematian-Nya di kayu salib. Misi utama-Nya adalah memberikan jalan keselamatan bagi semua yang percaya kepada-Nya. Dalam Yohanes 3:16, disebutkan bahwa “Allah begitu mengasihi dunia ini sehingga Ia memberikan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Penyaliban dan Kebangkitan
Perbedaan pandangan yang mencolok lainnya adalah tentang penyaliban Yesus. Dalam Islam, penyaliban Isa tidak terjadi. Al-Qur’an, dalam surah An-Nisa ayat 157-158, menyatakan bahwa Isa tidak disalibkan atau dibunuh, melainkan Allah mengangkatnya ke langit. Yang tampak disalib adalah orang lain yang diserupakan dengan Isa. Pandangan ini menekankan bahwa Allah melindungi nabi-Nya dari kehinaan dan tidak membiarkan Isa dibunuh oleh musuh-musuhnya.
Sebaliknya, penyaliban dan kebangkitan adalah inti dari iman Kristen. Kristen percaya bahwa Yesus disalibkan, mati, dan bangkit pada hari ketiga. Penyaliban dianggap sebagai pengorbanan Yesus untuk menebus dosa manusia, dan kebangkitan-Nya adalah bukti kemenangan atas dosa dan kematian. Dalam 1 Korintus 15:14, disebutkan bahwa kebangkitan Yesus adalah dasar dari keimanan Kristen.
Peran di Akhir Zaman
Baik Islam maupun Kristen percaya bahwa Yesus atau Nabi Isa akan kembali ke dunia pada akhir zaman, tetapi dengan peran yang berbeda. Dalam Islam, Isa akan kembali sebagai tanda besar menjelang kiamat. Ia akan melawan Dajjal (Anti-Kristus), menghancurkan ketidakadilan, dan menegakkan ajaran tauhid. Setelah tugasnya selesai, Isa akan hidup sebagai manusia biasa, menikah, dan wafat.
Dalam Kristen, Yesus juga diyakini akan kembali dalam peristiwa yang disebut “Kedatangan Kedua.” Ia akan menghakimi seluruh umat manusia, membangkitkan yang mati, dan mendirikan kerajaan Allah yang kekal. Kedatangan kedua ini dianggap sebagai penggenapan janji Allah dalam membawa keselamatan dan keadilan bagi dunia.
Pengaruh Ajaran
Dalam Islam, Nabi Isa adalah salah satu dari lima nabi utama yang membawa ajaran tauhid, selain Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, dan Muhammad SAW. Isa dihormati sebagai nabi besar, tetapi bukan pusat penyembahan. Islam menekankan bahwa ibadah hanya kepada Allah semata.
Dalam Kristen, Yesus adalah pusat iman. Kehidupan, kematian, dan kebangkitan-Nya menjadi dasar dari seluruh ajaran Kristen. Yesus dianggap sebagai satu-satunya jalan menuju keselamatan, sebagaimana dinyatakan dalam Yohanes 14:6, “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”
Kesimpulan
Meski Islam dan Kristen memiliki perbedaan mendasar mengenai sosok Yesus atau Nabi Isa, keduanya sepakat bahwa ia adalah tokoh yang luar biasa dengan peran penting dalam sejarah spiritual manusia. Dalam Islam, Isa dihormati sebagai nabi besar yang membawa risalah tauhid, sementara dalam Kristen, Yesus dipuja sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dengan saling menghormati dan berdialog, umat dari kedua agama dapat mempererat hubungan dan menciptakan harmoni di tengah perbedaan.