ArtikelOpini

Pentingnya Aktor Intelektual Membebaskan Masyarakat

4 Mins read

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian intelektual adalah, cerdas, berakal, dam berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Berdasarkan pengertian intelektual itu memiliki dua makna: pertama, cerdas, berakal dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Kedua, yang mempunyai kecerdasan tinggi; cendekiawan. Pengertian secara bahasa ini memang terlihat masih general. Dibutuhkan kriteria dan karakteristik tertentu agar sosok intelektual menjadi lebih konkrit. Melalui cara demikian menjadi jelas siapa saja figur yang disebut sebagai intelektual.

Merujuk dari pengertian dalam Oxford Abvanced Learnes Dictionary. Kaum intelektual diberikan pengertian dengan batasan bahwa kaum intelektual adalah orang orang yang mempunyai atau menunjukan nalar yang baik, yang terbaik kepada hal-hal rohani, yang selanjutnya seorang intelektual harus mampu memandang dirinya sebagai orang yang mempunyai kebebasan berpikir.

Menurut Alatas, seorang intelektual dapat didefinisikan sebagai, “Orang yang terlibat olah ide-ide dan permaslahan non-kebendaan dengan menggunakan akal”. Kaum terpelajar adalah “Orang-orang yang telah menempuh pendidikan formal dan modern yang tinggi, para pakar dan profesional, dan mereka yang memperoleh tingkat pendidikan yang lebih tinggi dengan cara lainnya”. Dalam negara-negara berkembang, kaum terpelajar berfungsi sebagai sebuah kelompok yang selayaknya memiliki fungsi sebagai berikut. (a) kemampuan untuk mengedepankan persoalan masyarakat mereka, (b) mendefinisikan masalah yang dihadapi, (c) menganalisis masalah, dan (d) mencari solusi dari setiap permasalahan. Tugas kaum terpelajar adalah untuk mewujudkan penegakan hak, kebenaran, integritas etika dan keadilan dalam masyarakatnya. Alatas memperingatkan, “Sebuah masyarakat yang intelektualnya tidak berfungsi adalah masyarakat yang kehilangan level kesadaran tertentu dan karena itu masalah penting.

Berdasarkan pengeertian di atas bahwa, yang membedakan antara seorang intelektual dengan bukan non-intelektual ialah kemampuan berpikir bebas sebagai lawan dari kecenderungan mengikuti saja pikiran orang lain. Konsep berpikir bebas dalam artian ini, mencakup: pengamatan yang cermat terhadap gejala gejala disuatu lingkungan, pemahaman tentang sebab gejala gejala itu dan korelasinya dengan gejala lainnya, dan pada akhirnya perumusan suatu kesimpulan yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain dalam Bahasa yang jelas.

Pengertian intelektual biasa dipahami, individu yang memiliki ilmu pengetahuan, berawasan luas dan berperan aktif dalam melakukan perubahan kondisi lingkungannya melalui penalaran ilmu pengetahuan dan pembebasan masyarakat. Seseorang yang mendapatkan predikat intelektual, bukan hasil dari propaganda atau unsur kesengajaan yang dibangun dan dideklarasikan sendiri, tapi hanya diberikan oleh oirang lain. Sebab pengakuan public atas kemampuannya merepresentasikan buah pikiran dan penghargaa di dunia sosial, maka ia akan dengan sendirinya mendapatkan julukan atau pengakuan sebagai intelektual dari orang lain.

Salah satu kriteria yang penting untuk dipertimbangkan adalah ide. Seorang intelektual, dalam konteks Indonesia, merupakan agen perubahan kehidupan sosial politik. Perubahan yang diusung oleh kalangan intelektual bermuara pada ide-ide baru dan sikap anti-kemapanan. Ide baru bisa muncul dari mana saja dan dari siapa saja. Tetapi pada seorang intelektual, potensi pengembangan ide, gagasan, pemikiran dan inovasi memiliki peluang yang lebih besar karena seorang intelektual memiliki wawasan luas, pengetahuan mendalam dan kemampuan refleksi berbasis teori ataupun realitas. Apa yang dilontarkan seorang intelektual memiliki potensi terhadap terjadinya transformasi dalam makna yang luas. Sejarah perjalanan panjang bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kiprah yang dilakukan oleh kalangan intelektual di berbagai bidang kehidupan.

Fungsi Intelektual

Karena itu, fungsi para intelektual adalah memberikan kepemimpinan yang mengarah dalam dunia berpikir. Kaum intelektual-lah yang harus menjelaskan dan menyebarluaskan kepada masyarakat lain. Factor ini juga berlaku pada masyarakat yang sederhana. Di mana para dukun, shaman, atau pendeta memainkan peran intelektual. Lebih lanjut, kaum intelektual hendaknya mempunyai komitmen ideologis. Paradigma ideologis ini tidak diterjemahkan secara eksklusif, namun ideologi yang mampu memberikan gagasan. Gagasan dan keyakinan-keyakinan sebagai pisau analisis dan sikap kritis terhadap kekuasaan politik, ekonomi dan kebudayaan yang cenderung menghambat perubahan yang diinginkan.(Ma’rum Ja’far. Sikap Paradox ICMI dan Upaya Memberdayakan Umat, 252).

Ide tentang “kelas baru” yang diterapkan terhadap kaum intelektual ini mengandaikan bahwa telah terjadi perubahan pada zaman pasca kapitalis. Dominasi tidak lagi bersumber pada pemilikan modal melainkan pada monopoli pengetahuan (knowledge). Sehingga, bagi ilmuwan social yang optimis, kelas intelektual ini adalah kelas yang sepenuhnya “progresif” dan menjadi “kartu terbaik dalam sejarah” (best card history). Sementara bagi yang pesimis, kelas ini adalah kelas yang angkuh (arrogant) dan berwatak paling despotic diantara kelas dominan yang pernah ada dalam sejarah.

Lebih lanjut, dalam pandangan beberapa pemikir. Intelektual bukanlah sebuah kelas tersendiri melainkan merupakan kelompok yang keberadaannya di abdikan untuk sesuatu kelas. Antonio Gramsci, seorang pemikir Marxis Italia, mengatakan bahwa gerakan sosialis memerlukan produser pengetahuan (knowledge) untuk kepentingan perjuangan kelas. Produser pengetahun ini disebut olehnya sebagai “organic intellectual” sebagai lawan dari “traditional intellectual”. Intelektual organik tercipta dan dipakai untuk melawan apa yang disebuatnya sebagai hegemoni.(A. Made Tony Supriatma. hlm 110-111).

Kaum Intelektual dalam Masyarakat

Istilah intelektual muncul pertama kali di Inggris dalam Manifeste Des Intelelltuael, sebagai protes atas kasus yang menimpa Dreyfus. Alfre Dreyfus di adili tahun 1894 atas tuduhan menjual rahasia militer kepada Agen Jerman. Peristiwa Dreyfus membentuk dua kubu masyarakat perancis, atara yang mendukung dan menolak. Keduanya saling melontarkan tuduhan dan menghasilakn julukan yang menolak Dreyfus.

Antonio Gramsci, mengelompokan intelektual berdasarkan fungsinya. 1). Intelektual Organik, adalah individu atau kelompok yang langsung terjun ke masyarakat dan membantunya, yaitu semua orang yang mempunyai fungsi organisator dalam semua lapisan produksi. intelektual; organik membentuk budaya perlawanan masyarakat dengan membangkitkan kesadaran kritisnya agar sanggup merebut posisi vital tanpa harus terjebak perlawanan secara terbuka yaitu revolusi. 2). Intelektual Tradisional, adalah yang mengikuti sejarah orang pada masa lampau, yaitu intelektual yang hanya bergabung di dalam kelompoknya tapi tidak berbaur dengan masyarakat.  Menurut Yudi Latif, yang termasuk ke dalam intelektual tradisional adalah filosof, satrawan, ilmuwan, pengacara, dokter, guru, pendeta, dan pemimpin militer.

Bagi Mannheim, intelektual adalah kelompok yang sangat penting dalam the fomation of knowledge suatu masyarakat. Intelektual adalah aktor utama yang merespons keadaan zaman dan sejarah untuk melahirkan pandangan-pandangan hidup bagi masyarakatnya. “In every society, there are social group whose special task it is to provide an interpretation of the world for that society”(1936:10). Selain itu, Karl Mannheim juga mengatakan bahwa kelompok ini berada pada strata tertentu yang dapat menikmati monopoli kebenaran. Lewat tugas khusus tersebut, intelektual merupakan kelas yang menjadi acuan masyarakatnya. Untuk mempertahankan sebuah gagasan, seorang intelektual harus melewati perjuangan struktural tiada henti. Struktur dan praktik merupakan lokus yang membuat peluang untuk mentransformasikan gagasan dan masyarakat terbuka dan tertutup sekaligus.

Sedangkan dalam buku Edward N. W. Said, peran intelektual, kata intelektual yaitu individu yang dikaruniai berbakat untuk mempresentasikan, mengekspresikan, dan mengartikulasikan pesan, pandangan, sikap, filoosif, dan pendapat kepada publik. Menjadi seorang intelektual sangat besar tanggung jawabnya, hal ini masyarakat membutuhkan pemikiran gemilang dan tindakan dari pergolakan politik dan sosial yang tidak sehat. Hakekat peran keintelektualannya justru semakin menemukan tempat yang sebenarnya. Peran kaum intelektual berbeda dengan politisi. Bahwa seorang intelektual dapat menjadi politisi atau pun teknokrat adalah perkara lain. Kaum intelektual, meminjam istilah Rendra, mereka hidup di atas angin. Bukan di lumpur kekuasaan.

Referensi:

PARA PEMBAHARU, PEMIKIRAN DAN GERAKAN ISLAM ASIA TENGGARA, (SEAMUS). Hlm 79.

ICMI, Negara Dan Demokratisasi. Catatan Kaum Muda. Editor: Zuli Qodir Dan Lalu M. Iqbal Songell, hlm 252.

A. Made Tony Supriatma. Tantangan Modernitas; ICMI, Penguasa Dan Umat (massa-rakyat). Pergulatan Cendekiawan Muslim Dibawah Negara Orde Baru: Potret Kebedaraan ICMI. Oleh: Isnaini Muallidin. hlm 110-111.

Dalam Jurnal Sosiologi MASYARAKAT. Vol. 18, No. 1, Januari 2013: 47-73. hlm 52.

34 posts

About author
Penulis adalah Alumnus Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang.
Articles
Related posts
Opini

Membaca Demokrasi dan Efisiensi

3 Mins read
Artikel

Ketua Umum PC IMM Bima: Segera Tetapkan Hj. Eliya Sebagai Tersangka

2 Mins read
Artikel

Memahami Digital Marketing: Strategi dan Pentingnya di Era Modern

3 Mins read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *